Materi Ruptur Uteri

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280

Pendahuluan
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan insiden yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang kala juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus sanggup ditemukan untuk sebagian besar pada pecahan bawah uterus. Pada robekan ini kadang kala vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina pecahan atas hal itu dinamakan kolpaporeksis. Apabila pada ruptur uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal itu dinamakan ruptur uteri kompleta, kalau tidak ruptur uteri inkompleta. Pinggir ruptur biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang atau membujur atau miring dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Ada kemungkinan pula terdapat robekan dinding kandung kencing.

Epidemiologi
Terjadinya ruptur uteri pada seseorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu ancaman besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak lantaran ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka janjkematian yang tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, mirip Asia dan Afrika. Angka ini sanggup diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping akomodasi pengangkutan yang memadai dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.
Frekwensi ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 hingga 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi kalau dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini disebabkan lantaran rumah sakit –rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus darurat dari luar.
Ibu-ibu yang telah mengalami pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak tepat lagi dan perasaan takut dicerai oleh suaminya. Oleh lantaran itu diagnosis yang tepat serta tindakan yang jitu juga penting.

Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri sanggup dibedakan:
1.      Ruptur Uteri Gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2.      Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.

Menurut lokasinya, ruptur uteri sanggup dibedakan:
1.      Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, mirip seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2.      Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan usang (tidak maju). SBR tambah usang tambah regang dan tipis dan hasilnya terjadilah ruptur uteri.
3.      Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melaksanakan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4.      Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri sanggup dibedakan:
1.      Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat kekerabatan eksklusif antara rongga perut dan rongga uterus dengan ancaman peritonitis.
2.      Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas hingga ke ligamentum latum.

Menurut etiologinya, ruptur uteri sanggup dibedakan:
1.      Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, contohnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus mirip hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, contohnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
2.      Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, contohnya pada panggul  sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar mirip janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga sanggup lantaran kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu lantaran adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.

Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), lantaran tindakan dan syok lain seperti:
-          Ekstraksi Forsep
-          Versi dan ekstraksi
-          Embriotomi
-          Versi Braxton Hicks
-          Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
-          Manual plasenta
-          Kuretase
-          Ekspresi Kristeller atau Crede
-          Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
-          Trauma tumpul dan tajam dari luar.

Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri sanggup dibedakan:
1.      Ruptur Uteri Iminens (membakat=mengancam)
2.      Ruptur Uteri sebenarnya.

Etiologi
Ruptur uteri sanggup terjadi sebagai akhir cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau sanggup menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering ialah terpisahnya jaringan parut akhir seksio sesarea sebelumnya dan insiden ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri ialah riwayat operasi atau manipulasi yang menyebabkan syok mirip kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara hiperbola atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami syok dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan besar lengan berkuasa sehingga merusak dirinya sendiri.

Mekanisme Terjadinya Ruptur Uteri
Pada umumnya uterus dibagi atas dua pecahan besar: Korpus uteri dan servik uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira ± 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini.
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut bundar dariBandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptur uteri mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, gampang dimengerti lantaran adanya lokus minoris resistens
Rumus prosedur terjadinya ruptur uteri:
R = H + O
Dimana:        R = Ruptur
H = His Kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu alasannya ialah partus tidak sanggup maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum sacrouterina dan jaringan parametra.

Diagnosis dan tanda-tanda klinis
Terlebih dahulu dan yang terpenting ialah mengenal betul tanda-tanda dari ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) alasannya ialah dalam hal ini kita sanggup bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala Ruptur Uteri Iminens/mengancam :
-    Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus sudah    usang berlangsung
-    Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
-    Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
-    Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
-    Ada tanda kehilangan cairan tubuh lantaran partus yang lama (prolonged labor), yaitu lisan kering, pengecap kering dan haus, tubuh panas (demam).
-    His lebih lama, lebih besar lengan berkuasa dan lebih sering bahkan terus-menerus.
-    Ligamentum rotundum teraba mirip kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduanya.
-     Pada waktu tiba his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
-    Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah usang bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak sanggup kita periksa, contohnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
-    Perasaan sering mau kencing lantaran kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.
-    Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
-    Pada pemriksaan dalam sanggup kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, mirip oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

Gejala Ruptur Uteri
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu dikala akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
-    Pada suatu his yang besar lengan berkuasa sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seperti perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat hambar hingga kolaps.
-   Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
-  Muntah-muntah lantaran perangsangan peritoneum.
-  Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
-   Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau pecahan terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
-   Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
-   Kontraksi uterus biasanya hilang.
-   Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2.) Palpasi
-   Teraba krepitasi pada kulit perut yang mengambarkan adanya emfisema subkutan.
-   Bila kepala janin belum turun, akan gampang dilepaskan dari pintu atas panggul.
-   Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin eksklusif dibawah kulit perut dan disampingnya kadang kala teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
-   Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
-   Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan gampang sanggup didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
-   Kalau rongga rahim sudah kosong sanggup diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita sanggup melalui robekan tadi, maka sanggup diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa mirip dipisahkan oleh pecahan yang tipis seklai dari dinding perut juga sanggup diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang andal mengambarkan adanya robekan pada kandung kemih.
6.) Catatan
-    Gejala ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta
-   Ruptur uteri yang terjadi oleh lantaran cacat uterus yang biasanya tidak didahului oleh ruptur uteri mengancam.
-   Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, contohnya setelah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.

Ruptur Uteri Traumatik 1
Ruptur uteri yang disebabkan oleh syok sanggup terjadi lantaran jatuh, kecelakaan mirip gesekan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap dikala dalam kehamilan, jarang terjadi lantaran rupanya otot uterus cukup tahan terhadap syok dari luar. Yang lebih sering terjadi ialah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta.
Di sini lantaran distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan perjuangan vaginal untuk melahirkan janin menyebabkan timbulnya ruptur uteri. Hal itu contohnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melaksanakan embriotomi. Berhubung dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut diatas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar perlu dilakukan investigasi kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptur uteri. Gejala-gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari ruptur uteri spontan.

Ruptur Uteri pada Parut Uterus
Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea, insiden ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut lantaran kerokan yang terlampau dalam. Di antara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi ssesudah seksio sesarea klasik lebih sering menyebabkan ruptur uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan oleh lantaran luka pada segmen bawah uterus yang ibarat tempat uterus yang lebih damai dalam masa nifas sanggup sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa menyebabkan gejala-gejala mirip telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menyebabkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk hasilnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta.
Pada insiden ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang kala masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri impulsif atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok, janin dalam uterus meninggal pula.

Profilaksis
Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, lantaran sebelumnya sanggup kita ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
1.      Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan investigasi yang teliti contohnya kalau kepala belum turun lakukan periksa dalam dan penilaian selanjutnya dengan pelvimetri. Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer dikala inpartu.
2.   Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melaksanakan seksio sesarea primer dikala inpartu.
3.   Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4.   Hidrosefalus
5.   Rigid cervix
6.   Tetania uteri
7.   Tumor jalan lahir
8.   Grandemultipara + abdomen pendulum
9.   Pada bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan dimana seksio yang kemudian dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal berdasarkan statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.
10.  Uterus cacat lantaran miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS dengan pengawasan yang teliti.
11.  Ruptur uteri lantaran tindakan obstetrik sanggup dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan melaksanakan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dihentikan menawarkan oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, lantaran sanggup menyebabkan ruptura uteri traumatika.

Penanganan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada perempuan yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda mirip itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa perempuan yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri sanggup dikendalikan, lantaran itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan tindakan jenis operasi:
(1)         Histerektomi, baik total maupun subtotal.
(2)       Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir kemudian dijahit sebaik-baiknya.
(3)       Konservatif, hanya dengan tamponade dan dukungan antibiotik yang cukup.
Tindakan kondusif yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
-          Keadaan umum
-     Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
-     Jenis luka robekan
-     Tempat luka
-     Perdarahan dari luka
-     Umur dan jumlah anak hidup
-     Kemampuan dan keterampilan penolong

Prognosis
Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan dalam aneka macam penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi kalau janin masih hidup pada dikala terjadinya insiden tersebut, satu-satunya impian untuk mempertahankan jiwa janin ialah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.
Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan perempuan akan meninggal lantaran perdarahan atau mungkin pula lantaran abses yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan impulsif pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi perempuan dengan ruptura pada uterus yang hamil.


Sumber http://jurnalbidandiah.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Materi Ruptur Uteri"

Posting Komentar