Pertolongan Pertama Kegawat Daruratan Obstetrik Dan Neonatus (Ppgdon)

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280

Pertolongan pertama kegawat daruratan obstetrik dan neonatus (PPGDON)

A.    Kegawatdaruratan obstetrik
Definisi
Kasus gawat darurat obstetri ialah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat tamat hidup ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama tamat hidup ibu janin dan bayi gres lahir. (Saifuddin, 2002)
Penyebab utama tamat hidup ibu
a.  Perdarahan
Perdarahan kalau tidak segera diatasi akan menyebabkan syok.
Tanda-tanda syok diantaranya:
a.       Pasien tampak ketakutan, gelisah, bingung, atau kesadaran menurun hingga tidak sadar
b.      Berkeringat
c.       Pucat, tampak lebih terang disekitar mulut, telapak tangan dan pada kojungtiva
d.      Bernapas cepat, frekuensi pernapasan 30 x per menit atau lebih
e.       Nadi cepat dan lemah, frekuensi nadi umumnya 110 x /menit atau lebih
f.       Tekanan darah rendah, sistol 90 mmHg atau lebih rendah
(Saifudin, 2006)
Penanganan awal syok perdarahan
a)  Tindakan umum
•   Periksa tanda-tanda vital
•   Bebaskan jalan napas
•   Jangan menawarkan cairan atau masakan ke dalam mulut
•   Miringkan kepala pasien dan badannya ke samping
•   Jagalah biar kondisi badannya tetap hangat
•   Naikkanlah kaki pasien
b)  Pemberian oksigen
Oksigen diberikan dalam kecepatan 6 – 8 liter per menit.
c)  Pemberian cairan intravena
Infus RL guyur
d)  Rujuk
     Persiapkan surat rujukan, kendaraan yang mengantar ke tempat rujukan, keluarga, dan dampingi selama merujuk.
                 (Saifudin, 2006)
b. Infeksi Akut dan Sepsis
1.        Tanda dan gejala
Infeksi akut ditandai dengan kalor, rubor, dolor, tumor, dan functio lesa. Kalor artinya panas/demam, rubor artinya merah, dolor artinya nyeri, tumor artinya benjolan atau pembengkakan, dan functio lesa artinya fungsi terganggu. Dengan kata lain infeksi akut di organ tubuh ditandai dengan demam, kulit di kawasan infeksi berwarna kemerahan, terasa nyeri dan terdapat pembengkakan di kawasan organ itu serta fungsi organ tersebut terganggu. Selain itu, tidak jarang jaringan yang terkena infeksi mengeluarkan bacin atau cairan yang berbau busuk, contohnya infeksi di organ genetalia sanggup disertai pengeluaran cairan pevaginam berbau busuk. (Saifudin, 2006)
2.      Diagnosa
Beberapa hal yang harus dinilai sebagai berikut :
o    Tentukan kasus dalam kondisi demam atau tidak
o    Tentukan kasus dalam kondisi syok atau tidak
o    Cari keterangan ihwal faktor predisposisi atau penyakit yang dekat hubungannya, contohnya pembedahan, cedera (trauma), atau sumber infeksi yang sanggup menyebabkan sepsis atau syok sepsis
o    Tentukan sumber infeksi menurut criteria kalor, rubor, dolor, tumor, function lesa.
o     Pada infeksi genetalia beberapa kondisi berikut sanggup terjadi :
1)    Secret/cairan berbau busuk keluar dari vagina
2)    Pus keluar dari servik
3)    Air ketuban hijau kental sanggup berbau busuk atau tidak
2)    Subinvolusi rahim
3)    Tanda-tanda infeksi pelvis : nyeri rahim, nyeri goyang servik, nyeri perut pecahan bawah, nyeri pecahan adneksa.
4)    (Saifudin, 2006)
3.      Penanganan
a.       Tindakan umum
Pantaulah tanda-tanda vital
b.      Pemberian Oksigen
•   Pastikan bahwa jalan napas bebas.
•   Oksigen tidak perlu diberikan apabila kondisi penderita stabil dan kecil resiko mengalami syok septic.
•   Apabila kondisi penderita menjadi tidak stabil, oksigeen diberikan dalam kecepatan 6-8 L/menit. 
c.       Pemberian Cairan Intravena
Banyaknya cairan yang diberikan harus diperhitungkan secara hati-hati, tidak sebebas menyerupai syok pada perdarahan,oleh alasannya tidak terdapat kehilangan jumlah cairan yang banyak.
d.      Pemberian Antibiotik
Antibiotik harus diberikan apabila terdapat infeksi, contohnya pada kasus sepsis, syok septik, cedera intraabdominal dan perforasi uterus. Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi, contohnya pada syok perdarahan, antibiotika tidak perlu diberikan. Apabila diduga ada proses infeksi atau sedang berlangsung, sangat penting untuk menawarkan antibiotika dini. Macam-macam antibiotika antara lain ampisilin, sepalosporin, eritromisin, klorampenikol dan lain-lain.

e.       Pemeriksaan laboratorium
o   Pemeriksaan darah
a)     Apabila penderita tampak anemik, diperiksa hemoglobin dan hematokrit, sekaligus golongan darah dan cross-match
b)    Pemeriksaan darah lengkap selain memperlihatkan ada atau tidaknya anemia juga memperlihatkan kemungkinan leukositosis atau leucopenia, neutropenia dan biasanya trombositopenia.
c)    Periksa kemungkinan DIC
d)    Serum laktat dehidrogenase meningkat pada asidosis metabolic
e)    Kultur darah harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman
f)    Analisis gas darah arteri memperlihatkan kenaikkan PH darah dan tekanan parsial oksigen, peenurunan tekanan parsial CO2 serta alkalosis respiratorik pada tahap awal
o  Pemeriksaan urin
a)     Dalam kondisi syok biasanya produksi urin sedikit sekali atau bahkan tidak ada
b)     Berat jenis urin meningkat lebih dari 1.020
(Saifudin, 2006)

b.         Ruptur uteri
1.      Diagnosis
Ruptur uteri mengancam
1) Peningkatan acara kontraksi persalinan
2) Terhentinya persalinan
3) Regangan hiperbola dengan nyeri pada segmen bawah rahim
4) Pergerakan cincin Bandl’s ke atas
5)  Tegangan pada ligamentum rotundum
Ruptur uteri yang sebenarnya
1)  Kontraksi persalinan menurun atau berhenti mendadak
2)  Berhentinya DJJ atau pergerakannya
3)  Keadan syok peritoneum
4)  Perdarahan eksternal (hanya pada 25 % kasus)
5)  Perdarahan internal : anemia, tumor yang tumbuh cepat di samping rahim yang memperlihatkan hematoma alasannya ruptur inkomplit
( Andrianto, 1986 )
2.         Penatalaksanaan
Terapi suportif
Perbaiki syok dan kehilangan darah. Tindakan ini mencakup dukungan oksigen, cairan intravena, darah pengganti dan antibiotik untuk infeksi.
Laparatomi
Laparatomi segera sesudah diagnosis ditegakkan, lakukan persiapan untuk pembedahan. Pada ketika itu volume darah diperbaiki dengan cairan intravena dan darah. ( Melfiawati, 1994)

c.     Inversio uteri
1.      Diagnosis
Diagnosis ditegakkan ketika dalam catatan tenaga kesehatan terdapat penurunan asing tinggi fundus atau tidak bisa melaksanakan palpasi pada fundus abdominal sesudah kelahiran janin atau ketika uterus terlihat di rongga vagina atau introitus. Inversio biasanya disertai oleh perdarahan dan syok pada ibu.  (Walsh, 2001)
2.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang lebih penting ialah pencegahan inversio uteri. Ketegangan pada pelepasan tali sentra yang tergesa-gesa pada kala III tidak baik dilakukan dan mungkin berbahaya bagi ibu. Diperlukan penanganan segera pada uterus yaitu dengan melaksanakan gerakan tinju atau memasukkan beberapa jari pada tangan yang lebih banyak didominasi atau kompresi bimanual sanggup menurunkan perdarahan. Pemberian cairan IV sanggup memperbaiki keadaan umum dan oksitosin atau metilergonovine sanggup mencegah atonia. Jika penanganan segera tidak dilakukan, anastesi dan operasi harus dilakukan. (Walsh, 2001)


B.     Kegawatdaruratan neonatus yaitu:
1.  Asfiksia
Diagnosa
1)      Observasi DJJ:
Normal  = 120-160X per menit
a)  Takikardi = 160-180X per menit; membahayakan janin
     Di atas 180 X per menit; sangat membahayakan bagi janin
b)  Bradikardi = 120 – 100 X per menit; membahayakan janin
Di bawah 100 X per menit; sangat membahayakan janin
c)  Ketidakteraturan
•   DJJ  tidak teratur atau berubah lebih dari 40 X dalam 1 kontaksi membahayakan janin.
•   DJJ tidak teratur bersama bradikardi; sangat membahayakan janin
•   DJJ harus dipantau setiap 15 menit dalam tahap dilatasi dan sesudah kontraksi selama periode persalinan.
2)      Evaluasi cairan amnion
Cairan amnion kehijauan atau mengandung mekonium pada presentasi kepala sering  menjadi petunjuk bahwa janin dalam keadaan bahaya (Andrianto, 1986).
Metode diagnosis:
-        Amnioskopi pada permulaan persalinan
-        Pecahnya selaput ketuban
(Andrianto, 1986)
Penatalaksanaan :
o   Persalinan yang maju; kepala pada atau tepat di atas dasra panggul, os uteri .berdilatasi tepat lakukan  ekstraksi dengan forceps atau vakum.
o   Pada kasus multipara tunggal selama masa pengeluaran: episiotomy adekuat : tekanan dari atas; persalinan impulsif dengan 1-2 kontraksi lahir.
o   Persalinan yang tidak maju ; kepala relative tetap tinggi, os uteri tidak membuka tepat lakukan SC. (Andrianto, 1986)

b.  Prolapsus tali pusat
Diagnosa
Sewaktu-waktu ada suatu faktor yang mempengaruhi prolaps tali pusat, investigasi vagina harus segera dilakukan mengikuti ruptur membrane untuk mencicipi adanya tali pusat. Ketidaknormalan DJJ, bradikardi bisa mengindikasikan prolaps tali pusat. Putaran dari tali sentra tampak pada vulva. Hal ini lebih banyak terjadi pada ketika investigasi vagina, bisa terletak pada vagina atau kalau pecahan presentasi sangat tinggi, letaknya pada tulang. (Brown, 1996)
Penatalaksanaan
Resiko pada janin yaitu hipoksia dan tamat hidup sbagai hasil kompresi tali pusat. Resiko tertinggi pada presentasi kepala dan terendah pada presentasi lengkap atau sebagian kaki. Sepuluh menit ialah waktu maksimum bayi sanggup membebaskan diri dari lilitan tali pusat, tapi kalau tekanan sanggup dibbaskan dengan cepat ialah peningkatan yang baik.
Kala I persalinan yaitu melaksanakan SC dengan segera kalau janin masih hidup.
Kala II persalinan, letak ialah factor yang menentukan. Jika letaknya ialah longitudinal, pesalinan dengan forceps atau vakum ekstraksi mungkin sanggup dilakukan. Jika kemungkinan persalinan pervaginam sulit dilakukan, SC seharusnya sanggup dilakukan. Pada kasus multipara, bidan bisa menganjurkan ibu untuk di episiotomi.
Pada masyarakat, kalau janin masih hidup sebaiknya segera dirujuk dengan ambulan, pada ketika itu bidan membebaskan tekanan yang terjadi pada tali pusat. Posisi lutut-dada ialah tidak nyaman bagi perempuan untuk waktu yang cukup lama, yang anggun yaitu posisi sim yang maksimal. (Brown, 1996)
c.  Distosia bahu
Diagnosa
•   Terhentinya persalinan sesudah lahirnya kepala
•   Pada investigasi vagina didapatkan
•   Bahu dalam diameter lurus
•   Bahu anterior berhenti baik di dalam pelvis di belakang simfisis atau terfiksasi di atas simfisis.
(Andrianto, 1986)
Pencegahan
Ketika bayi lahir dengan presentasi verteks, bidan harus menunggu hingga pundak berputar dalam diameter anteoposterior pada panggul sebelum berusaha melahirkan seluruhnya. (Brown, 1996)
Penatalaksanaan
Dua macam metode yang paling sering dianjurkan ialah rotasi tulang pundak dan melahirkan lengan belakang. Keduanya dipermudah dengan episiotomi dan anastesi yang adekuat.

d.  Presentasi bokong
Diagnosa
1)  Bagian presentasi : ujung pelvis
Dapat dipalpasi :
-        Sakrum (bagian lunak, ani, mungkin skrotum)
-        Satu atau dua kaki
-        Satu atau dua lutut
2)  Kepala di dalam fundus
3)  Letak DJJ lebih tinggi
(Andrianto, 1986)
Penatalaksanaan :
1)  Persalinan harus berjalan secara impulsif di dalam vulva hingga munculnya ujung    scapula, hanya menunjang sacrum. Pada kasus manapun, jangan menarik sacrum dikhawatirkan tangan menjungkit kecuali ekstraksi pada ujung pelvis dalam indikasi khusus untuk mengakhiri persalinan.
2 Bila ujung scapula nampak di bawah vulva atau kepala telah memasuki PAP  segera selesaikan persalinan dalam lima menit kalau tidak janin mati.
(Andrianto, 1986)

e.   Letak lintang
  Diagnosa
-        Uterus oval melintang
-        Dapat diraba ke arah samping kanan atau kiri
-        Bunyi jantung di kawasan umbilicus
-        Pada investigasi vagina diraba pelvis minor kosong
(Andrianto, 1986)

               Penatalaksanaan
-        Jangan mencoba versi secepat mungkin rujuk alasannya kontraksi yang besar lengan berkuasa alasannya pecahnya selaput ketuban berpotensi rupture uteri
-        Berikan Demerol (meperidin) 0,05-0,1 IV
-        Didalam RS lakukan SC.
(Andrianto, 1986)

f.     Presentasi muka
Diagnosa
Diagnosa sanggup dengan palpasi abdominal, dengan adanya kepala di belakang yang sejajar dengan punggung. Pada investigasi vagina agak sukar di diagnosa alasannya membingungkan dengan presentasi bokong. Pemeriksaan dengan ultrason sanggup dipakai untuk mengetahui presentasi muka dan untuk menghilangkan dugaan anensepali. (Walsh, 2001 )
Manajemen
Presentasi muka dengan dagu anterior sanggup segera ditangani dengan cepat, tapi alasannya meningkatnya resiko persalinan abnormal, konsultasi dengan obgin diharapkan ketika presentasi sudah diketahui. Bila dagu terletak posterior, tumpuan ke obgin untuk persalinan sesar harus segera dilakukan. (Walsh, 2001 )

g.   Gemeli yang tidak terdeteksi
Diagnosa
Pemeriksaan abdomen mungkin terlihat fundus lebih tinggi dari perkiraan, teraba dua kepala bayi dan banyak pecahan kecil. Konfirmasi banyaknya janin sanggup dilakukan dengan ultrason : kehamilan kembar haarus dicurigai kalau bayi yang dilahirkan mempunyai berat yang kurang dari yang diperkirakan pada palpasi abdominal. (Walsh, 2001 )
Manajemen
Di masyarakat, kalau bidan menemukan kehamilan kembar, maka perempuan itu dirujuk ke obgin untuk perawatan selanjutnya. Setelah kelahiran bayi pertama segera rujuk ibu. Jika mungkin, ketika membantu di klinik siap atau bisa untuk melahirkan kedua bayi. Presentasi kepala pada bayi pertama terjadi 75 % dari kasus gemeli. (Walsh, 2001 )
h.  Vasa previa
Diagnosis Banding
Ini mencakup penyebab-penyebab maternal perdarahan trimester ketiga (plasenta previa, pelepasan plasenta premature, bloody show dan sebagainya). (Melfiawati, 1994)
Kelalaian pada evaluasi perdarahan segar pervaginam, khususnya kalau terjadi pada waktu yang sama dengan ruptur membran. Jika pada evaluasi DJJ ada tanda disproporsi fetal distress untuk mengetahui jumlah kehilangan darah, maka diagnosis ini harus dipertimbangkan. Untuk memilih apakah terjadi kehilangan darah pada janin dan ibu secara nyata, tes alkalidenaturasi mungkin dilakukan tetapi dalam praktek jarang dilakukan.  ( Brown, 1996)
Manajemen
Bidan sebaiknya berkolaborasi dengan dokter dan melanjutkan untuk memantau DJJ. Jika ini terjadi pada kala II persalinan, perempuan dianjurkan untuk mengedan. Jika terjadi pada kala I persalinan SC sanggup dilakukan kalau janin masih hidup.  Dokter anak sebaiknya hadir dalam proses persalinan. Darah tali sentra diambil untuk asumsi HB pada kelahiran. Bayi akan memerlukan transfusi darah kalau ia masih bisa selamat. (Brown, 1996)



Pertolongan pertama kegawat daruratan obstetrik dan neonatus  Pertolongan pertama kegawat daruratan obstetrik dan neonatus (PPGDON)


Sumber http://jurnalbidandiah.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Pertolongan Pertama Kegawat Daruratan Obstetrik Dan Neonatus (Ppgdon)"

Posting Komentar