Pro Asi Eksklusif.. Tegakkan Uu Pengaturan Susu Formula

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280

LATAR BELAKANG 



Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia  PRO ASI EKSKLUSIF.. TEGAKKAN UU PENGATURAN SUSU FORMULA
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI,2002/2003) bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu meninggal dunia akhir persalinan. Dan salah satu penyebab janjkematian bagi ibu yaitu perdarahan post partum. 


Data dari BPS (2006) tercatat Angka Kematian Ibu di Indonesia mengalami penurunan, yaitu menjadi 253 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, angka ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. 



Demikian pula dengan Angka Kematian Bayi (AKB), khususnya janjkematian pada bayi gres lahir (neonatal), masih berada pada kisaran 20 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) yang tinggi di Indonesia 80% penyebab janjkematian terutama diakibatkan oleh pneumonia, malaria, diare, dan duduk kasus gizi buruk. 
Mengapa hal ini sanggup terjadi, dimana gotong royong salah satu solusi dalam mengurangi penyebab janjkematian pada ibu dan bayi yaitu melalui pemberian ASI dalam 1 jam pertama yang dinamakan Inisiasi Menyusu Dini , dan dilanjutkan pemberian secara langsung selama 6 bulan, kemudian diteruskan selama 2 tahun pertama atau lebih. 
The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tahun 2007, memperkirakan 1 juta bayi sanggup diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI langsung hingga dengan enam bulan. 
Berdasarkan SDKI tahun 2007, hanya 32 % bayi dibawah 6 bulan mendapat ASI eksklusif. Jika dibandingkan dengan SDKI tahun 2003, proporsi bayi dibawah enam bulan yang mendapat ASI esklusif menurun sebanyak 6 poin. Rata-rata, bayi Indonesia hanya disusui selama 2 bulan pertama, ini terlihat dari penurunan prosentase SDKI 2003 yang sebanyak 64% menjadi 48% pada SDKI 2007. Sebaliknya, sebanyak 65 % bayi gres lahir mendapat masakan selain ASI selama tiga hari pertama. 



Minimnya sumbangan keluarga dan suami membuat ibu sering kali tidak semangat memperlihatkan ASI kepada bayinya. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya perangkat aturan yang memadai yang secara tegas mengatur perihal promosi dan pemasaran pengganti ASI (termasuk susu formula). Pemasaran susu formula yang bernafsu dan tidak tepat merupakan faktor terbesar yang membuat prosentasi ibu menyusui menjadi semakin menurun. Padahal, menurut riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan masakan terbaik bagi bayi hingga enam bulan, dan disempurnakan hingga umur dua tahun. 
ASI selain mengandung gizi yang cukup lengkap, juga mengandung zat imun untuk kekebalan bagi tubuh bayi. Keunggulan lainnya, ASI diadaptasi dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Sangat berbeda dengan SUSU FORMULA atau masakan komplemen lainnya yang diberikan secara dini pada bayi, dimana jenis masakan tersebut gotong royong cukup sulit bagi organ pencernaan bayi untuk mencernanya. Hal ini mendorong tingginya angka insiden diare pada bayi, belum lagi ditambah proses pembuatan yang tidak steril. Kandungan gizinya pun tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. Sehingga pada kahirnya masakan yang terbaik bagi anak insan yaitu Air Susu Ibu Manusia. 
Atas dasar fatwa tersebut alangkah mulianya bila Negara memperlihatkan perhatian yang lebih dan untuk segera merumuskan, mengesahkan dan memberlakukan perangkat perundangan yang memperlihatkan proteksi bagi Ibu Menyusui dan Anak yang Menyusui ASI sesuai dengan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI yang dikeluarkan oleh WHO beserta seluruh resolusi pendukungnya ("KODE ETIK INTERNASIONAL WHO"). Dimana dalam KODE ETIK INTERNASIONAL WHO tersebut mengatur perihal pemasaran pengganti asi dari 0-2 tahun, sesuai ajuan WHO untuk menyusui hingga dengan minimal 2 tahun. KODE ETIK INTERNASIONAL WHO melindungi ibu-ibu dari kesalahan informasi dan memastikan bahwa mereka sanggup membuat keputusan yang menurut pada informasi yang tepat dan objektif. Kode Etik ini juga melindungi bayi-bayi yang memang memerlukan susu formula. 





Kode Internasional WHO ini berlaku bagi seluruh pengganti ASI dari 0-2 tahun, baik sebagian maupun seluruhnya: 



• Dilarang mengiklankan susu formula dan produk lain kepada masyarakat 
• Dilarang memperlihatkan sampel gratis kepada ibu-ibu 
• Dilarang mempromosikan susu formula di Sarana Pelayanan Kesehatan 
• Staf perusahaan susu formula tidak diperkenankan membeirkan hikmah perihal susu formula kepada ibu-ibu. 
• Perusahaan susu formula dihentikan memperlihatkan hadiah atau sampel kepada Petugas Kesehatan 
• Dilarang memuat gambar bayi atau gambar lainnya yang mengidealkan susu formula pada label produk 
• Informasi yang disampaikan oleh perusaahaan susu formula haruslah hanya informais yang bersifat faktual dan ilmiah 
• Informasi perihal susu formula, termasuk pada label, harus mnejelaskan laba menyusui dan biaya serta ancaman pemberian susu formula 
• Produk yang tidak cocok menyerupai susu kental manis, dihentikan dipromosikan untuk bayi. 
• Penjelasan perihal penggunaan susu formula hanya dibolehkan untuk beberapa ibu yang betul-betul memerlukannya 
• Semua produk harus bermutu baik dan mempertimbangkan semua untuk di suatu negara termasuk iklim yang sanggup mempengaruhi daya tahan produk 




10 LANGKAH MENUJU KEBERHASILAN MENYUSUI 
Protecting, Promoting and Supporting Breastfeeding: The Special Role of Maternity Services, suatu pernyataan bersama WHO dan UNICEF 



1.Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) memiliki kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas. 



2.Melakukan training bagi petugas dalam hal pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut. 



3.Menjelaskan kepada semua ibu hamil perihal manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai semenjak masa kehamilan, masa bayi lahir hingga umur 2 tahun, termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui. 



4.Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit sehabis melahirkan , yang dilakukan diruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui sehabis 30 menit ibu sadar. 



5.Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar, dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis. 



6.Tidak memperlihatkan masakan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi gres lahir. 



7.Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari. 



8.Membantu ibu menyusui semua bayi semau bayi, tanpa pembatasan terhadap usang dan frekuensi menyusui. 



9.Tidak memperlihatkan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI. 



10.Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut saat pulang dari Rumah Sakit/ Rumah Bersalin/ Sarana Pelayanan Kesehatan. 


Betapa besar mukjizat Yang Mahakuasa yang secara alami membuat air susu yang mengandung bnyak sekali manfaat. sanggup dilihat disini. marilah kita sebagai calon ibu atau bahkan sudah memliki predikat seorang ibu berjuang untuk memperlihatkan penghidupan awal yang baik bagi bayi. 
Serta khususnya sebagai tenaga kesehatan alangkah mulianya kalu kita yang lebih erat dengan ibu menyusui mendorong dan memberi sumbangan penuh serta jangan gampang terprovkasi oleh suplier-suplier susu formula bagi bayi yang memperlihatkan iming hadiah yang tak sanggup dibilang kecil. Apalagi beberapa waktu kemudian saat buming-bumingnya isu adanya kandungan berbahaya di dalam susu formula dan ternya sejumlah brand populer yang menjadi sample pengujian juga terdeteksi mengandung kandungan berbahaya. 
Marilah kita berperan dalam membuat generasi-generasi berkualitas penerus bangsa.


Berikut beberapa UU yang mengatur mengenai pemberian ASI Eksklusif

Pengaturan mengenai pemberian air susu ibu ("ASI") langsung diatur dalam Pasal 128 UU No. 36 Tahun 2009 perihal Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang berbunyi:

(1)   Setiap bayi berhak mendapat air susu ibu langsung semenjak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2)   Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan kemudahan khusus.
(3)   Penyediaan kemudahan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Selanjutnya, dalam Pasal 129 UU Kesehatan diatur bahwa:

(1)    Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapat air susu ibu secara eksklusif.
(2)    Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.

Pemberian ASI langsung juga telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan No. 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan 1177/MENKES/PB/XII/2008 Tahun 2008 perihal Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja (“Peraturan Bersama”). Dalam Peraturan Bersama tersebut antara lain disebutkan bahwa Peningkatan Pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja yaitu aktivitas nasional untuk tercapainya pemberian ASI langsung 6 (enam) bulan dan dilanjutkan pemberian ASI hingga anak berumur 2 (dua) tahun (lihat Pasal 1 angka 2).

Kemudian, menurut Peraturan Bersama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertugas dan bertanggung jawab mendorong pengusaha/pengurus serikat pekerja/serikat buruh biar mengatur tata cara pelaksanaan pemberian ASI dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan (lihat Pasal 3 ayat [2] abjad a).

Selain itu, hingga dengan artikel tanggapan ini dibuat, pemerintah telah menyusun rancangan peraturan pemerintah perihal pemberian ASI Eksklusif (“RPP ASI Eksklusif”) yang diamanatkan Pasal 129 UU Kesehatan di atas. RPP ASI Eksklusif ini cukup mengundang pro-kontra di masyarakat, khususnya di antara pengusaha dan kelompok masyarakat yang ulet mempromosikan ASI eksklusif. Pro-kontra ini sanggup disimak antara lain melalui pemberitaanhukumonline sebagai berikut:

Dalam artikel hukumonline antara lain ditulis bahwa beberapa hal yang diatur di RPP di antaranya mengenai tanggung jawab pemerintah dan tempat dalam hal promosi susu formula dan produk lain, mengatur pemberian ASI langsung selama enam bulan pertama, pojok ASI di tempat kerja maupun sarana umum serta kelonggaran bagi karyawan wanita yang menyusui.

2.      Mengenai apakah ibu sanggup mengajukan somasi dalam konteks pelanggaran terhadap pemberian ASI, UU Kesehatan mengatur adanya hukuman pidana yaitu dalam Pasal 200 dan Pasal 201, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 200

“Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi aktivitas pemberian air susu ibu langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
         
Pasal 201

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang sanggup dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi sanggup dijatuhi pidana komplemen berupa:
a.      pencabutan izin usaha; dan/atau
b.      pencabutan status tubuh hukum.

Selain itu, ibu atau pihak lain yang merasa dirugikan dalam kegiatan pemberian ASI langsung juga sanggup menuntut ganti rugi kepada pihak yang melanggar ketentuan UU Kesehatan terkait pemberian ASI langsung memakai somasi perdata dengan somasi perbuatan melawan aturan (Pasal 1365 KUHPerdata). Lebih jauh simak artikel-artikel berikut:

3.      Lihat tanggapan nomor 1 dan 2 di atas.

4.      Sebelumnya, mari kita simak apa yang dimaksud dengan hak asasi. Hak Asasi Manusia, sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 perihal Hak Asasi Manusia(“UU HAM”) adalah;

“... seperangkat hak yang menempel pada hakikat dan keberadaan insan sebagai makhluk Yang Mahakuasa Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, aturan dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta proteksi harkat dan martabat manusia.”

Kemudian, dalam Pasal 52 UU HAM diatur mengenai hak anak yaitu:

“... hak asasi insan dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh aturan bahkan semenjak dalam kandungan.”

Jadi, pemberian ASI langsung kepada bayi yaitu hak asasi yang diatur dan dilindungi undang-undang.

Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2.      Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 perihal Hak Asasi Manusia
3.      Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 perihal Kesehatan
4.      Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan No. 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan 1177/MENKES/PB/XII/2008 Tahun 2008 perihal Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja.
  Namun, meskipun di Internasional sudah diatur oleh WHO dan di Indonesia sendiri juga sudah diatur namun kenyataannya masih banyak pelanggaran hak-hak bayi terhadap ASI eksklusif.
entah itu dari produsen susu formula ataupun tenaga kesehatannya sendiri.
apakah kita akan berdiam saja.



sumber :
hukumonline.com

Sumber http://jurnalbidandiah.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Pro Asi Eksklusif.. Tegakkan Uu Pengaturan Susu Formula"

Posting Komentar