Mekanisme Koping Pada Penderita Kusta

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Dr. Suparyanto, M.Kes


MEKANISME KOPING PADA PENDERITA KUSTA

Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh masyarakat. Penderita kusta bukan menderita lantaran penyakitnya saja, tetapi juga lantaran dikucilkan masyarakat sekitarnya. Hal ini akhir kerusakan saraf besar yang ireversibel diwajah dan anggota gerak, motorik dan sensorik, serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada kawasan mati rasa disertai kelumpuhan dan mengecilnya otot (Djuanda, 2008).

Minimnya info yang benar wacana penyakit kusta menciptakan persepsi salah pada masyarakat sehingga kerap menganggap penyakit kusta sebagai penyakit kutukan, penyakit keturunan, akhir guna-guna, salah makan, sampai penyakit sangat menular dan tidak sanggup disembuhkan. Pamahaman keliru melahirkan tindakan keliru oleh masyarakat. Penderita kusta semakin malang. Ketakutan masyarakat tertular, menciptakan mereka tega mengusir penderita kusta. Bahkan, yang sudah sembuh dan tidak menular kesulitan untuk memulai hidupnya lagi (Anonim, 2009 dikutip Syahrial, 2010). Penderita yang mengalami tekanan batin terus-menerus sanggup mengakibatkan penderita tersebut menjauhkan diri dari lingkungan atau menarik diri dari pergaulan di masyarakat. Kondisi tersebut justru akan memperberat penderita dan menghambat proses pengobatan, oleh lantaran itu penatalaksanaan untuk penderita kusta di samping pengobatan dan pemberantasan kusta secara fisik dengan pengobatan juga harus memperhatikan kondisi psikis penderita tersebut.

Permasalahan penyakit kusta ini kalau dikaji secara mendalam merupakanpermasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaanseutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis sajatetapi juga adanya problem psikososial sebagai akhir penyakitnya. Dalam keadaanini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akhir dari problem masalahtersebut akan memiliki imbas atau dampak terhadap kehidupan bangsadan negara, lantaran masalah-masalah tersebut sanggup menimbulkan penderita kustamenjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untukmelakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat. (zulkifli, 2003)

Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep sikap penerimaan periderita terhadap penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular yang tidak sanggup diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, dan mengakibatkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa frustasi sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini disebabkan oleh lantaran adanya leprophobia (rasa takut yang hiperbola terhadap kusta). Leprophobia ini timbul lantaran pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa takut pada penderita kusta tanpa alasanyang rasional. Terdapat kecenderungan bahwa problem kusta telah beralih darimasalah kesehatan ke problem sosial.

Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan problem masyarakat lantaran dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan takhyul. Selama masyarakat kita, masih terlalu takut dan menjauhkan penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan kendala terhadap perjuangan penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini, maka tidak mengherankan apabila penderita didiskriminasi di kalangan masyarakat. (Zulkifli, 2003)

1. Masalah-masalah yang ditimbulkan akhir penyakit kusta
Seseorang yang mencicipi dirinya menderita penyakit kusta akanmengalami trauma psikis. Sebagai akhir dari trauma psikis ini, si penderita antaralain sebagai berikut :
1)    Dengan segera mencari pemberian pengobatan.
2)    Mengulur-ulur waktu lantaran ketidaktahuan atau aib bahwa ia atau keluarganyamenderita penyakit kusta.
3)    Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasukkeluarganya.
4)    Oleh lantaran aneka macam masalah, pada alhasil si penderita bersifat masa bodohterhadap penyakitnya.

Sebagai akhir dari hal-hal tersebut diatas timbullah aneka macam problem antaralain:
1.Masalah terhadap diri penderita kusta
Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takutterhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga danmasyarakat lantaran sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobatkarena malu, apatis, lantaran keanehan tidak sanggup berdikari sehingga beban bagiorang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb).

2.Masalah Terhadap Keluarga.
Keluarga menjadi panik, berubah mencari pemberian termasuk dukun danpengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyaratdisekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita supaya tidak diketahuimasyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga lantaran takuttertular.

3.Masalah Terhadap Masyarakat.
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan danagama, sehingga pendapat wacana kusta merupakan penyakit yang sangat menular, tidak sanggup diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, dan mengakibatkan kecacatan. Sebagai akhir kurangnya pengetahuan/ info wacana penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-tengahmasyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari perideita, merasa takut dan menyingkirkannya. Masyarakat mendorong supaya penderita dan keluarganyadiasingkan. (Zulkifli, 2003)
Dengan kondisi tersebut maka sanggup mengakibatkan faktor penggagas stress (stressor) bagi individu atau penderita kusta sehingga akan memperlambat penyembuhan. Stres merupakan kepingan dari kehidupan kita sehingga diperlukan dan di tuntut untuk penyesuaian diri lantaran sanggup mengganggu keseimbangan. Bila tidak sanggup diselesaikan dengan baik maka akan terjadi atau muncul gangguan tubuh atau gangguan jiwa (W.E.Marawis, 2008).

Stress yang dialami penderita kusta akan mendorong penderita tersebut` untuk melaksanakan penyesuaian dengan cara mengatasi problem yang muncul dengan memakai seni administrasi pemecahan problem (mekanisme koping), prosedur koping yang baik akan menghasilkan adaptif sedangkan prosedur koping yang buruk akan menghasilkan koping yang maladaptive.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Ahyarwahyudi.2010. Konsep Diri dan Mekanisme Koping dalam Proses Keperawatan.Wordpress.com(Online)(diaksespadatang11 februari2010)
2.    Alimul, H. aziz. 2007. Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
3.    Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
4.    Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitain Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
5.    Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Bhakti Husada.
6.    Djuanda, Adhi. 2008 (Ed. 5. Cet. 3). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Penerbit FK Universitas Indonesia
7.    Gail W. Stuart. 2006. (Ed. 5.Cet 1). Buku Saku Keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
8.    Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates
9.    Jajeli, Rois. 2012. Jatim Peringkat Pertama Jumlah Penderita Kusta di Indonesia, (Online), http://surabaya.detik.com (diakses: tanggal 6 April 2012)
10. Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
11. Nursalam. 2008. (Edisi 2). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
12. Nursalam. 2011. (Edisi 2). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
13. Potter, Patricia A.; Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: Penerbit EGC
14. Rasmun, 2004. Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta.
15. Siswanto.2004 Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan perkembangannya. CV. Andi Offeset, Yogyakarta
16. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. dan R&D. Bandung: Alfabeta.
17. Syahrial. 2010. Chapter I, (Online), http://repository.usu.ac.idf (diakses: 29 April 2012)
18. W.F.Maramis. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya
19. Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Sumatra Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, (Online) http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf (diakses : tanggal 10 April 2012)



Sumber https://dr-suparyanto.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Mekanisme Koping Pada Penderita Kusta"

Posting Komentar