Sekilas Ihwal Malaria

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Dr. Suparyanto, M.Kes


SEKILAS TENTANG MALARIA

BAB I PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Malaria merupakan salah satu duduk masalah kesehatan masyarakat yang sanggup mengakibatkan final hidup terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara pribadi mengakibatkan anemia dan sanggup menurunkan produktivitas kerja1.

Malaria yakni penyakit yang mengancam kehidupan yang disebabkan oleh benalu yang ditularkan ke insan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Pada tahun 2009, diperkirakan malaria mengakibatkan 781 000 kematian, sebagian besar terjadi pada belum dewasa di Afrika. Menurut Laporan Badan Kesehatan Dunia tahun 2010, terdapat 225 juta masalah malaria dan diperkirakan 781 000 meninggal pada tahun 2009. Data ini mengalami penurunan dari 233 juta masalah dan 985 000 final hidup pada tahun 2000. Sebagian besar final hidup terjadi di antara anak yang tinggal di Afrika di mana seorang anak meninggal setiap 45 detik jawaban malaria dan penyakit ini menyumbang sekitar 20% dari semua final hidup anak di dunia.

Di Indonesia, hingga final 2008 masalah malaria memperlihatkan kecenderungan menurun, namun masih menjadi duduk masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia baik API (Annual Parasite Incidence) maupun AMI (Annual Malaria Incidence) menerangkan penurunan selama periode 2000-2008. API pada tahun 2000 berada pada angka 0,81 per 1000 penduduk terus turun hingga 0,15 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Angka ini meningkat menjadi 0,19 pada tahun 2006, untuk kemudian kembali turun pada angka 0,16 per 1000 penduduk pada tahun 2007-2008. Hal yang sama terjadi pada AMI. Pada periode 2000-2004 AMI cenderung menurun dari 31,09 menjadi 21,2 per 1000 penduduk kemudian hingga tahun 2008 turun menjadi 18,82 per 1000 penduduk. Kemudian berdasarkan data dari Pusat Data dan  Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010, angka AMI turun hingga 12,27 per 1000 penduduk.

Provinsi Sumatera Selatan yakni kawasan endemis malaria, dimana tahun 2009 terdapat 7 kabupaten endemis malaria sedang dan 8 kabupaten/kota lainnya digolongkan pada kawasan endemis rendah. Satu kota diantara kawasan endemis rendah yaitu Kota Palembang yakni kawasan bebas malaria dalam arti masalah yang ada yakni masalah impor dari kabupaten lain (Kabupaten Banyuasin). Angka kesakitan malaria dari tahun 2003 ke tahun 2004 menurun secara drastis. Hal ini disebabkan Kabupaten Bangka dan Belitung berpisah dari Povinsi Sumatera Selatan. Kedua Kabupaten tersebut yakni penyumbang masalah malaria paling tinggi. Angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 (AMI) yakni 8,45 ‰ dengan final hidup (CFR 0,27%), dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa / ABER ( Annual Blood Examination rate) 0,42 % dan persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa (SPR) 21,9 %.

Angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan dalam tahun 2009 tertinggi yakni di Kabupaten Ogan Komering Ulu 27,07 ‰ (7.217 kasus), Kabupaten Lahat 22,08 ‰ (7.531 kasus), Kota Lubuk Linggau 17,88 ‰ (3.326 kasus), sedangkan terendah di Kabupaten Ogan Ilir 0,34 ‰ (130 kasus).

1.2  RUMUSAN MASALAH

1)    Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria ?
2)    Bagaimana etiologi dari penyakit malaria ?
3)    Bagaimana daur hidup plasmodium ?
4)    Bagaimana epidemiologi dan transmisi dari penyakit malaria ?
5)    Bagaimanakah patogenesis dan patologi penyakit malaria ?
6)    Bagaimana riwayat alamiah dan manifestasi klinik dari malaria ?
7)    Bagaimana cara mencegah penyakit malaria ?
8)    Bagaimana cara mengobati penyakit malaria ?

1.3 TUJUAN

1)    Mengetahui etiologi dari penyakit malaria
2)    Mengetahui daur hidup dari protozoa plasmodium sebagai benalu malaria biar sanggup melaksanakan intervensi dalam melaksanakan pencegahan penyakit
3)    Mengenal epidemiologi, transmisi, patogenesis dan patologi malaria
4)    Memahami riwayat alamiah penyakit dan manifestasi klinik dari penyakit malaria untuk mengenali tanda-tanda penyakit malaria
5)    Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit malaria


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ETIOLOGI
Malaria yakni suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria pada insan sanggup disebabkan oleh Plasmodium malariae (Laveran, 1888), Plasmodium vivax (Grosi dan Felati, 1890), Plasmodium falciparum (Weich, 1897) danPlasmodium ovale (Stephens, 1992).

Malaria disebabkan oleh benalu sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa jentik nyamuk puncak gigitannya yakni tengah malam hingga fajar. Pada manusia, Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Plasmodium falcifarummerupakan penyebab penyakit nanah berat bahkan sanggup menjadikan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di Indonesia, yaitu Plasmodium falciparum yang mengakibatkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang mengakibatkan malaria tetiana,Plasmodium malariae yang mengakibatkan malaria quartana dan Plasmodium ovale yang mengakibatkan malaria ovale. 

Seseorang sanggup terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai nanah campuran/majemuk (mixed infection). Pada umumnya paling banyak dijumpai dua jenis Plasmodium, yaitu gabungan antara Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax tauPlasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi gabungan biasanya terdapat di kawasan dengan angka penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa kawasan dilaporkan masalah malaria yang telah resisten terhadap Klorokuin, bahkan juga resisten terhadap Pirimetamin-Sulfadoksin. Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak yang berumur beberapa tahun sanggup terjadi seranga malaria tropika yang berat, bahkan tetiana dan kuartana dan sanggup mengakibatkan final hidup terutama pada anak dengan gangguan gizi.

2.2 DAUR HIDUP PLASMODIUM
Dalam daur hidupnya Plasmodium memiliki 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksusal di dalam hospes vertebrata dikenal sebagai skizogeni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Siklus seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan gamet betina untuk membentuk ookinet dalam perut nyamuk. Ookinet akan menembus dinding lambung untuk membentuk kista di selaput luar lambung nyamuk. Waktu yang dibutuhkan hingga pada proses ini yakni 8-35 hari, tergantung pada situasi lingkungan dan jenis parasitnya. Pada tempat inilah kista akan membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan kemudian tersebar ke seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar inilah sporozoit menjadi matang dan siap ditularkan bila nyamuk menggigit manusia.
           
Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami tanda-tanda sesuai dengan jumlah sporozoit, kualitas plasmodium, dan daya tahan tubuhnya. Sporozoit akan memulai stadium eksoeritrositer dengan masuk ke dalam sel hati. Di hati sporozoit matang menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan merozoit jaringan. Merozoit akan memasuki fatwa darah dan menginfeksi eritrosit untuk memulai siklus eritrositer. Merozoit dalam erotrosit akan mengalami perubahan morfologi yaitu : merozoit -> bentuk cincin -> trofozoit -> merozoit. Proses perubahan ini memerlukan waktu 2-3 hari. Di antara merozoit-merozoit tersebut akan ada yang berkembang membentuk gametosit untuk kembali memulai siklus seksual menjadi mikrogamet (jantan) dan makrogamet (betina). Siklus tersebut disebut masa tunas instrinsik. Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah yang bermanifestasi pada tanda-tanda klinis. Jika ada nyamuk yang menggigit insan yang terinfeksi ini, maka gametosit yang ada pada darah insan akan terhisap oleh nyamuk. Dengan demikian, siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian seterusnya penularan malaria.

2.3 EPIDEMIOLOGI DAN TRANSMISI MALARIA
EPIDEMIOLOGI
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di kawasan tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus. Batas dari penyebaran malaria yakni 64o lintang utara (Rusia) dan 32o lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang memungkinkan benalu hidup yakni 400 meter di bawah permukaan maritim (Laut Mati) dan 2600 meter di atas permukaan maritim (Bolivia).Plasmodium vivax memiliki distribusi geografis yang paling luas, mulai dari kawasan yang beriklim dingin, subtropik hingga ke kawasan tropis, kadang kala dijumpai di Pasifik Barat.Plasmodium falcifarum tertama menybabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya8.
          
Epidemiologi Penyakit Malaria
Kembali berpedoman pada prinsip ilmu epidemiologi, maka epidemiologi malaria yakni sebuah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang memilih distribusi malaria pada masyarakat dan menggunakannya untuk menanggulangi penyakit tersebut. Beberapa faktor yang berinteraksi dalam insiden dan penularan penyakit malaria, antara lain:

Faktor Host (Manusia)
Secara umum sanggup dikatakan bahwa setiap orang sanggup terkena penyakit malaria. Perbedaan prevalensi berdasarkan umur dan jenis kelamin lantaran berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan dan frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor-faktor yang mensugesti kerentanaan seseorang adalah
1)    Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup tinggi, penduduknya lebih rentan terhadap nanah P.falcifarum. penyelidikan terakhir memperlihatkan bahwa HbS menghambat P.falcifarum baik sewaktu invasi maupun berkembang biak.
2)    Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya enzim G6PD (Glucosa 6-Phosphat Dehydrogenase) memperlihatkan dukungan terhadap nanah P.Falcifarum yang berat. Walaupun demikian, kurangnya enzim ini merugikan ditinjau dari segi pengobatan dengan golongan Sulfonamid dan Primakuin oleh lantaran sanggup terjadi hemolisis darah. Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada perempuan.
3)    Kekebalan pada insan terjadi apabila tubuh bisa menghancurkan Plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangannya6,8.

Faktor Agent (Plasmodium)   
Penyakit malaria yakni suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh benalu genus plasmodium (Class Sporozoa). Sifat-sifat spesifik benalu berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini mensugesti terjadinya manifestasi klinis dan penularan. 

Faktor Environment
Beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian, angin), lingkungan biologik dan lingkungan sosial-budaya.

Transmisi
Malaria sanggup ditularkan melalui 2 cara yaitu cara alamiah dan bukan alamiah.
1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk anopheles.
2. Penularan bukan alamiah, sanggup dibagi berdasarkan cara penularannya, ialah
·         Malaria bawaan (kongenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang nanah dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Selain melalui plasenta penularan dari ibu ke bayi melalui tali pusat.
·         Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang memakai jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus eritrositer lantaran tudak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga diobati dengan mudah.
·         Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara (Plasmodium relection) dan kera (Plasmodium knowlesi).
           
Pada umumnya sumber nanah malaria pada insan yakni insan lain yang sakit malaria, baik dengan tanda-tanda maupun tanpa tanda-tanda klimis.

2.4 PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dari pada koagulasi intravaskular. Oleh lantaran skizogeni mengakibatkan kerusakan eritrosit. Akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan parasitemia menerangkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Pada percobaan hewan dibuktikan adanya gangguan transportasi natrium sehingga keluar dari eritrosit yang mengandung benalu dan tanpa benalu malaria. Diduga terdapat toksin malaria yang mengakibatkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagaian eritrosit pecah dikala melalui limfa dan keluarlah parasit.

Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya anemia mungkin lantaran terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria yakni black water fever, yakni suatu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falcifarum, yang ditandai oleh adanya hemolisis intravaskuler berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal mendadak sebagai jawaban nekrosis tubulus, disertai angka final hidup yang tinggi. Telah usang dicurigai bahwa Kina sanggup memprovokasi terjadinya black water fever. Sebagai tambahan, masalah meninggal yang disebabkan malaria selalu memperlihatkan adanya perubahan yang menonjol dari retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan banyak sekali sistem organ.

Limfa membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga gampang pecah. Dalam limfa dijumpai banyak benalu dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limfa di kawasan tropis atau penyakit pembesaran limfa pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin menjadikan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis. Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kuffer menyerupai sel dalam sistem retikuloendotelial terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai risikonya hati menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltasi difus oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan belahan dari sindrom pembesaran hati di kawasan tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok.

2.5 RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

Gejala klinis malaria mencakup keluhan dan tanda klinis merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/strain plasmodium, imunitas tubuh danjumlah benalu yang menginfeksi. Malaria sebagai penyakit nanah yang disebabkan oleh plasmodium memiliki tanda-tanda utama yaitu demam. Di duga terjadinya demam bekerjasama dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon), atau akhir-akhir ini dihubungkan dengan efek GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita demam tidak terjadi contohnya pada kawasan hiperendemik, banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang mengakibatkan infeksi.

Gejala klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” (Malaria proxysm) secara berurutan :
a.Periode dingin
Mulai menggigil, kulit cuek dan kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada dikala menggigil sering seluruh tubuh bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat hingga sianosis menyerupai orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit hingga 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b.Periode panas
Penderita muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh tetap tinggi hingga 40oC atau lebih, penderita. Periode ini lebih usang dari fase dingin, sanggup hingga 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

c.Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, hingga basah, temperatur turun, penderita merasa cape dan sering tertidur. Bila penderita bangkit akn merada sehat dan sanggup melaksanakan pekerjaan biasa.

Dikenal beberapa keadaan klinik dalam perjalan nanah malaria yaitu :
a.Serangan primer (Periode Klinis)
Yaitu keadaan mulai dari final masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini sanggup pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan benalu dan keadaan imunitas penderita.

b.Periode laten
Yaitu periode tanpa tanda-tanda dan tanpa parasitemia selama terjadinya nanah malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

c.Recrudescense
Yaitu berulangnya tanda-tanda klinik dan parasitemia dalam masa 8 ahad setelah berakhirnya serangan primer.

d.Recurrence
Yaitu berulangnya tanda-tanda klinik atau parasitemia setelah 24 ahad berakhirnya serangan primer.

e.Relapse atau “Rechute”
Ialah berlangnya tanda-tanda klinik atau parasitemia yang lebih usang dari wakti diantara serangan periodik dari nanah primer.

2.6  PENCEGAHAN
a. Berbasis Masyarakat
1)    Pola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat harus selalu ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi kelompok maupun kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk (Pemberantasan Sarang Nyamuk, PSN). Kegiatan PSN mencakup menghilangkan  genangan air kotor, di antaranya dengan mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan sevagai tempat air tergenang.
2)    Melakukan identifikasi dan menemukan penderita sedini mungkin akan membantu dalam pencegahan penularan yang lebih besar (outbreaks)
3)    Melakukan penyemprotan yang efektif dan efisien melalui kajian mendalam ihwal bionomik anopheles menyerupai waktu kebiasaan menggigit, jarang terbang, dan resistensi terhadap insektisida.

b. Berbasis Pribadi
1.Pencegahan gigitan nyamuk menyerupai :
·         Tidak keluar rumah anra senja dan malam hari, bila terpaksa gunakan pakaiaan yang menutupi dan berwarna terang
·         Menggunakan repelan yang mengandung dimetilftalat atau zat antinyamuk lain
·         Membuat konstuksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang kasa antinyamuk pada ventilasi udara atau jendela
·         Menggunakan kelambu yang mengandung insektisida (insecticide-treated mosquito net, ITN)

2.Pengobatan profilaksis bila memasuki kawasan endemik mencakup :
·         Pada kawasan dimana plasmodiumnya masih sensitif dengan klorokuin, diberikan klorokuin 300 mg basa dan 500 mg klorokuin fosfat untuk orang dewasa, seminggu 1 tablet, dimulai 1 ahad sebelum masuk kr kawasan tersebut hingga 4 ahad setelah meninggalkan tempat tersebut
·         Pada kawasan resistensi klorokuin, pasien memerlukan pengobatan supresif, yaitu dengan meflokuin 5 mg/kgBB/minggu atau doksisiklin 100 mg/hari atau sulfadoksin 500 mg/pirimetamin 25 mg (SuldoxR), 3 tablet sekali minum.

3.Informasi ihwal donor darah. Calon donor darah yang tiba ke kawasan endemik dan berasal dari kawasan nonendemik serta tidak memperlihatkan tanda-tanda klinis malaria, boleh mendonorkan darahnya selama 6 bulan semenjak ia datang.

2.7 PENGOBATAN
Pengobatan malaria berdasarkan keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan sebelum nanah terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya tanda-tanda klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan nanah yang sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi/penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah.

Pengobatan malaria dpat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap. Protokol untuk pengobatan malaria rawat jalan/rawat inap sebagai berikut:
1)    Klorokuin basa diberikan total 25 mg/kgBB selama 3 hari, dengan perincian sebagai berikut : hari pertama 10 mg/kgBB (max. 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan dengan 10 mg/kgBb (max. 600 mg basa) dan 5 mg/kgBB pada 24 jam (max. 300 mg basa) + Primakuin 1 hari. Atau hari I dan II maisng-masing 10 mg/kgBB dan hari III 5 mg/kgBB + Primakuin 1 hari.
2)    Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari ke IV masih demam atau hari ke VIII masih dijumpai benalu dalam darah maka diberikan: a.    Kina Sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau; b.   Fansidar atau suldox dengan dasar takaran pirimetamin 1-1,5 mg/kgBb atau            sulfadoksin 20-30 mg/kgBB single dose (usia di atas 6 bulan)
3)    Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari IV masih demam atau hari ke VIII masih  dijumpai benalu maka : a.  Tetrasiklin HCl 50 mg.kgBB/kali, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila belum mendapat medapat pengobatan butir 2a atau; b.  Tetrasiklin HCl + kina sulfat bila sebelumnya mendapat pengobatan butir 2b. Dosis kina dan fansidar/suldox sesuai butir 2a dan 2b (tetrasiklin hanya diberikan pada umur 8 tahun atau lebih)

Obat yang digunakan untuk pengobatan malaria di Indonesia yakni klorokuin, primakuin, kina pirimetamin, dan sulfadoksin. Obat antimalaria yang masih sangat terbatas di Indonesia yakni Meflokuin, Halofantrin, Qinghaosu6.


BAB III PENUTUP

3.1     KESIMPULAN
Malaria merupakan penyakit yang masih menjadi permasalahan dalam kesehatan masyarakat. Meskipun prevalensi penyakit malaria di dunia maupun di Indonesia menurun, namun angka mortilitas dan morbiditas cukup tinggi khususnya pada kawasan endemis menyerupai kawasan tropis dan subtropis. Jika ditinjau dari angka insiden malaria di dunia maka angka terbesar dialami oleh Afrika selatan di mana seorang anak meninggal setiap 45 detik jawaban malaria dan penyakit ini menyumbang sekitar 20% dari semua final hidup anak di dunia   Malaria yakni penyakit yang mengancam kehidupan yang disebabkan oleh benalu yang ditularkan ke insan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Pada dasarnya penyakit malaria sanggup dicegah dengan melaksanakan intervensi dan sikap hidup higienis dan sehat. Pengobatan dilakukan berdasarkan tingkat kepeluan dengan memakai obat anti malaria menyerupai klorokuin, primakuin, kina pirimetamin, dan sulfadoksin.

3.2  SARAN
Kita tidak perlu khawatir jikalau sakit, lantaran setiap penyakit ada obatnya. Namun jikalau tidak terkena penyakit itu lebih baik. Penyakit malaria yakni salah satu penyakit reemerging, yakni penyakit yang menular kembali secara massal, sehingga menjadi bahaya serius bagi masyarakat. Pada dasarnya jikalau kita melaksanakan sikap hidup higienis dan sehat serta menjaga alam sekitar maka itu sudah lebih dari cukup untuk menghindarkan diri dari malaria. Namun apabila menemukan gejala-gejala awal malaria segeralah ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk penanganan dan pengobatan lanjutan.


DAFTAR PUSTAKA

·         Depkes. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta, Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2011.
·         World Health Organization. Malaria Fact sheet N°94.WHO Media centre, 2011.
·         Depkes. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta, Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2008.
·         Depkes. Indikator Kesehatan Indonesia 2005-2009. Jakarta, Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2009.
·         Depkes. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2010. Palembang, Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2010.
·         Harijanto N. Malaria-Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan.Jakarta, EGC, 1999.
·         Widoyono. Penyakit Tropis. Jakarta, Erlangga, 2008.
·         Rampengan. Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta, EGC, 2007.
·         Paul D.Hoepricb. and M.Colin Jordan. Infectious Diseases. 1989
·         http://jurnalkebidananku.blogspot.com//search?q=malaria 



Sumber https://dr-suparyanto.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Sekilas Ihwal Malaria"

Posting Komentar