Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (Tsts)

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)



Sebelum masuk ke Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) akan dijelaskan lebih dahulu sedikit mengenai model pembelajaran kooperatif. Model Kooperatife tidak sama dengan sekedar berguru dalam kelompok. Ada unsure-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan mekanisme model kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. (Lie, 2007: 29).

A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal kurun Masehi yang mengemukakan bahwa dalam berguru seseorang harus mempunyai pasangan atau sobat sehingga sobat tersebut sanggup diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Anita Lie (2004:12), model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam merampungkan tugas-tugas yang terstruktur. 
Menurut Thomson, et al (1995) dalam Karuru (2007), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa berguru bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen yaitu terdiri dari gabungan kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa mendapatkan perbedaan pendapat dan bekerja dengan sobat yang berbeda latar bela kangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khu-sus supaya sanggup berafiliasi di dalam kelompoknya, ibarat menjadi pendengar yang baik, memperlihatkan klarifikasi kepada sobat sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau kiprah yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, kiprah anggota kelompok yaitu mencapai ketuntasan (Slavin, 1995 dalam Karuru, 2007). 


Roger dan David Johnson dalam buku (Anita Lie, 2007: 31) menyampaikan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, 
lima unsure model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan.
a. Saling ketergantungan positif
Dalam berkelompok, setiap orangnya niscaya saling ketergantungan alasannya yaitu untuk membuat kelompok kerja kelompok yang efektif, pengajar perlu menyusun kiprah sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus merampungkan tugasnya sendiri supaya yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsure ini merupakan akhir unsure pribadi dari yang pertama, jikalau kiprah dan pola penilaian dibuat berdasarkan mekanisme model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melaksanakan yang terbaik.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memperlihatkan kepada pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.
d. Komunikasi antar anggota
Unsure ini juga supaya para pembelajar dibekali dengan banyak sekali keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan untuk berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. 
e. Evaluasi proses kelompok
Teknik berguru mengajar Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa dipakai bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini biasa dipakai dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak usia didik. (Lie, 2007: 61)


Menurut Arend, 2004 (dalam Risnawati, 2005) menyatakan bahwa pembelajaran yang memakai metode kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 


a. Siswa berguru dalam kelompok secara kooperatif untuk merampungkan materi belajarnya 
b. Kelompok dibuat dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 
c. Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda-beda. 
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu 


Menurut Barba, 1995 (dalam Susanto, 1999) berguru kooperatif yaitu seni administrasi pembelajaran kelompok kecil yang dipakai untuk: 
a. Meningkatkan kemampuan akademik melalui kerja sama kelompok 
b. Memperbaiki kekerabatan antar siswa yang berbeda latar belakang etnik dan kemampuannya 
c. Mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan problem melalui kelompok 
d. Mendorong proses demokrasi di kelas 


Berdasarkan beberapa definisi di atas sanggup disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan metode pembalajaran yang didasarkan atas kerjasama kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif siswa tidak cukup hanya mempelajari materi saja, tetapi harus mempelajari keterampilan kooperatif. 


Metode pembelajaran kooperatif ini mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu:
a. Dapat meningkatkan motivasi berguru siswa
b. Siswa sanggup berkomunikasi dengan temannya
c. Dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran
d. Dapat meningkatkan pemahaman dalam prestasi belajar


Keuntungan ini akan lebih apabila dilaksanakan dalam kelas kecil atau dengan jumlah siswanya sedikit. Lie dalam bukunya Cooperative Learning (2004:54) mengemukakan beberapa model pembelajara kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think Pair-Share and Think-Pair-Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Terstruktur, Two Stay Two Stray (TSTS), Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan. 


Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: 
1. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk perilaku yang sesuai dengan norma.
2. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur acara kelompok dalam merampungkan kiprah dan membina kekerabatan kerja sama diantara anggota kelompok.
3. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan- materi yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. 
4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. 


Menurut Van der Kley (dalam Sunaryanto, 1998:165) ada beberapa cara menilai hasil berguru siswa dalam berguru kooperatif yaitu:
a. Setiap anggota kelompok mendapatkan nilai yang sama dengan nilai kelompok.
b. Setiap siswa diberi kiprah atau tes perorangan sesudah kegiatan berguru kooperatif berakhir.
c. Seorang siswa atas nama kelompoknya bisa dipilih secara acak untuk menjelaskan pemecahan materi tugas.
d. Nilai setiap anggota kelompok ditulis dan dibagi untuk mendapatkan nilai rata-rata kelompok.


Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, hal ini memperlihatkan bahwa lima unsur proses berguru kooperatif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan penilaian proses kelompok sanggup terlaksana. Pada dikala anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada dikala kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan. 


Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS)

a. Pengertian 
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa dipakai bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memperlihatkan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan alasannya yaitu banyak kegiatan berguru mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja insan saling bergantung satu sama lainnya. 


b. Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu: 
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk merampungkan materi belajarnya. 
2. Kelompok dibuat dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda. 
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu 


c. Tujuan
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak pribadi siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa. 

Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini mempunyai tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan memakai model pembelajaran Two Stay Two Stray ini alasannya yaitu terdapat pembagian kerja kelompok yang terang tiap anggota kelompok, siswa sanggup berafiliasi dengan temannya, sanggup mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur dikala proses berguru mengajar.


Dengan demikian, intinya kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melaksanakan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh temannya. materi kepada sobat lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di sanggup dari kelompok yang dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di sanggup dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya. 


Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melaksanakan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS ibarat itu, siswa akan lebih banyak melaksanakan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang sanggup membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam berguru (aktif). 


Sedangkan tanya jawab sanggup dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa sanggup mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi contoh penilaian berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa. 


d. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) yaitu sebagai berikut.
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat ibarat biasa. 
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain. 
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka


e. Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TSTS

Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut. 

1. Persiapan 
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru yaitu membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan kiprah siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku. 

2. Presentasi Guru 
Pada tahap ini guru memberikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan planning pembelajaran yang telah dibuat. 

3. Kegiatan Kelompok 
Pada kegiatan ini pembelajaran memakai lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah mendapatkan lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan problem tersebut bahu-membahu anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan problem yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas memberikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 

4. Formalisasi 
Setelah berguru dalam kelompok dan merampungkan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal. 

5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan 
Pada tahap penilaian ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan memakai model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pertolongan penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi. 


f. Kelebihan dan kekurangan model TSTS
Suatu model pembelajaran niscaya mempunyai kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model TSTS yaitu sebagai berikut. 
a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
b. Kecenderungan berguru siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan. 
d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya 
e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
f. Kemampuan berbicara siswa sanggup ditingkatkan.
g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar


Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau berguru dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.


Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelumpembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok berguru yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus ada siswa pria dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memperlihatkan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas alasannya yaitu dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang dibutuhkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.


g.Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas sanggup disimpulkan bahwa kelebihan model TSTS yaitu siswa lebih aktif dalam proses berguru mengajar dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kekurangan model pembelajaran TSTS yaitu teknik ini membutuhkan persiapan yang matang alasannya yaitu proses berguru mengajar dengan model TSTSmembutuhkan waktu yang usang dan pengelolaan kelas yang optimal. Selain itu berdasarkan hasil pembahasan di atas, sanggup disarankan bahwa dalam menerapkan model Two Stay Two Stray hendaknya diubahsuaikan dengan materi yang akan diajarkan oleh guru. Bagi guru selanjutnya disarankan supaya tidak hanya menilai hasil berguru tapi juga menilai segala acara atau keaktifan setiap siswa dalam melaksanakan langkah-langkah model ini.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray  Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)


Sumber http://jurnalbidandiah.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (Tsts)"

Posting Komentar