Teori Berguru Behavioristik

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Teori Belajar Behavioristik
Teori mencar ilmu behavioristik ialah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner perihal perubahan tingkah laris sebagai hasil dari pengalaman
Teori ini kemudian berubah menjadi aliran psikologi mencar ilmu yang besar lengan berkuasa terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya sikap yang tampak sebagai hasil belajar.


Teori behavioristik dengan model relasi stimulus-responnya, mendudukkan orang yang mencar ilmu sebagai individu yang pasif. Respon atau sikap tertentu dengan memakai metode pembinaan atau penyesuaian semata. Munculnya sikap akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Belajar merupakan jawaban adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000: 143). Seseorang dianggap telah mencar ilmu sesuatu jikalau beliau sanggup memperlihatkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam mencar ilmu yang penting ialah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus ialah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan lantaran tidak sanggup diamati dan tidak sanggup diukur. Yang sanggup diamati ialah stimulus dan respon, oleh lantaran itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus sanggup diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, alasannya ialah pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laris tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik ialah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori mencar ilmu behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya ialah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.


Menurut Thorndike, mencar ilmu ialah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus ialah apa yang merangsang terjadinya kegiatan mencar ilmu ibarat pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang sanggup ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon ialah reaksi yang dimunculkan penerima didik ketika belajar, yang sanggup pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Kaprikornus perubahan tingkah laris jawaban kegiatan mencar ilmu sanggup berwujud konkrit, yaitu yang sanggup diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak sanggup diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak sanggup menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laris yang tidak sanggup diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga aturan mencar ilmu yang utama, berdasarkan Thorndike yakni (1) aturan efek; (2) aturan latihan dan (3) aturan kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga aturan ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu sanggup memperkuat respon

Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan mencar ilmu sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus sanggup diamati (observable) dan sanggup diukur. Kaprikornus walaupun beliau mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun beliau menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan lantaran tidak sanggup diamati. Watson ialah seorang behavioris murni, lantaran kajiannya perihal mencar ilmu disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana sanggup diamati dan diukur.

Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga memakai variabel relasi antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun beliau sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, ibarat halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laris bermanfaat terutama untuk menjaga biar organisme tetap bertahan hidup. Oleh alasannya ialah itu Hull menyampaikan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) ialah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin sanggup berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laris juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas mencar ilmu Guthrie yang utama ialah aturan kontiguiti. Yaitu adonan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga memakai variabel relasi stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi lantaran gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang sanggup terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil mencar ilmu yang gres biar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh lantaran dalam kegiatan mencar ilmu penerima didik perlu sesering mungkin diberi stimulus biar relasi stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa sanksi (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada dikala yang sempurna akan bisa mengubah tingkah laris seseorang.

Saran utama dari teori ini ialah guru harus sanggup mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melaksanakan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru dihentikan memperlihatkan kiprah yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner perihal mencar ilmu lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia bisa menjelaskan konsep mencar ilmu secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner relasi antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menjadikan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, lantaran stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya sikap (Slavin, 2000). Oleh lantaran itu dalam memahami tingkah laris seseorang secara benar harus memahami relasi antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan banyak sekali konsekuensi yang mungkin timbul jawaban respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan memakai perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laris hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang dipakai perlu klarifikasi lagi, demikian seterusnya.

Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa mencar ilmu sebagai suatu proses perubahan tingkah laris dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih memakai kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana hingga yang komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup usang dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori mencar ilmu behavioristik. Program-program pembelajaran ibarat Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep relasi stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan acara pembelajaran yang menerapkan teori mencar ilmu yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik lantaran seringkali tidak bisa menjelaskan situasi mencar ilmu yang kompleks, alasannya ialah banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau mencar ilmu yang sanggup diubah menjadi sekedar relasi stimulus dan respon. Teori ini tidak bisa menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam relasi stimulus dan respon.

Pandangan behavioristik juga kurang sanggup menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka mempunyai pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak sanggup menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam menentukan kiprah sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang sanggup diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya dampak pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa mencar ilmu merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai sasaran tertentu, sehingga menjadikan penerima didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses mencar ilmu tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya sanksi dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.

Menurut Guthrie sanksi memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:

Pengaruh sanksi terhadap perubahan tingkah laris sangat bersifat sementara;
Dampak psikologis yang jelek mungkin akan terkondisi (menjadi belahan dari jiwa si terhukum) bila sanksi berlangsung lama;
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) biar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, sanksi sanggup mendorong si terhukum melaksanakan hal-hal lain yang kadangkala lebih jelek daripada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila sanksi harus diberikan (sebagai stimulus) biar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi biar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dieksekusi lantaran melaksanakan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melaksanakan kesalahan, maka sanksi harus ditambahkan. Tetapi jikalau sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melaksanakan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif ialah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya ialah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif ialah mengurangi biar memperkuat respons.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi mencar ilmu yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga sekarang ialah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya sikap yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model relasi stimulus responnya, mendudukkan orang yang mencar ilmu sebagai individu yang pasif. Respon atau sikap tertentu dengan memakai metode drill atau penyesuaian semata. Munculnya sikap akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan kemudahan pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan ialah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga mencar ilmu ialah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar ialah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang mencar ilmu atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran ialah untuk menggandakan struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang sanggup dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir ibarat ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diperlukan akan mempunyai pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh lantaran itu, para pendidik menyebarkan kurikulum yang terstruktur dengan memakai standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses penilaian mencar ilmu pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang faktual dan sanggup diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memperlihatkan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan menyebarkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan ibarat kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang bisa untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang mencar ilmu harus dihadapkan pada aturan-aturan yang terang dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dieksekusi dan keberhasilan mencar ilmu atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk sikap yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau penerima didik ialah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol mencar ilmu harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Tujuan pembelajaran berdasarkan teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan mencar ilmu sebagi kegiatan “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari belahan ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga kegiatan mencar ilmu lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan pementingan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan penilaian menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya memakai paper and pencil test. Evaluasi hasil mencar ilmu menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan harapan guru, hal ini memperlihatkan bahwa pebelajar telah menuntaskan kiprah belajarnya. Evaluasi mencar ilmu dipandang sebagi belahan yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan sehabis selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan penilaian pada kemampuan pebelajar secara individual.

Rujukan

^ [Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behavioristik

Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik 


Sumber http://jurnalbidandiah.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Teori Berguru Behavioristik"

Posting Komentar