ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), alasannya yaitu siswa tidak bisa menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak usang kemudian, tiga sekolah medis lain - University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah disesuaikan untuk arahan sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006))
Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif yaitu berguru merupakan proses konstruksi pengetahuan gres yang menurut pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa berguru yaitu proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.
A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Suherman (2003: 7)
Model pembelajaran dimaksudkan sebagai teladan interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan berguru mengajar di kelas.
Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran yaitu suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berafiliasi dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran.
Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis kasus diturunkan dari teori bahwa berguru yaitu proses dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.
Konsep ini menjelaskan bahwa berguru terjadi dari agresi siswa, dan pendidik hanya berperan dalam memfasilitasi terjadinya acara kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai keterampilan self directed learning.
Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Departemen Pendidikan Nasional (2003)
Pembelajaran berbasis kasus menciptakan siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa sanggup menentukan seni administrasi berguru yang sesuai, terampil memakai seni administrasi tersebut untuk berguru dan bisa mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menuntaskan belajarnya itu.
Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis kasus yaitu untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.
Muslimin Ibrahim (2000:7)
Pembelajaran menurut kasus tidak dirancang untuk membantu guru menawarkan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis kasus dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, berguru banyak sekali kiprah orang cukup umur melalui pelibatan mereka dalam pengalaman faktual atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.
Dari pengertian ini kita sanggup mngetahui bahwa pembelajaran berbasis kasus ini difokuskan untuk perkembangan berguru siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa ketika proses pembelajaran.
Dari beberapa definisi di atas, sanggup ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis kasus (problem based learning) bertujuan untuk:
1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
2. berguru peranan orang cukup umur yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, menciptakan kemungkinan transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi berguru siswa
8. membantu siswa berguru untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL
1. Belajar yaitu proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa berguru yaitu penuangan pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya menyerupai menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang dipakai dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika berguru terjadi informasi gres digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.
2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting yaitu berguru yaitu proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan berguru menyerupai setting tujuan (what am I going to do), seni administrasi seleksi (how am I doing it?), dan penilaian tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan kasus tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan kasus untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku berguru diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu kasus dianalisis dan apakah hasil pemecahan kasus masuk akal?
3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini yaitu perihal penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk mempunyai pengetahuan dan untuk bisa menerapkan proses pemecahan kasus merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa kasus untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi memperlihatkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam memakai pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga memperlihatkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).
Bridges (1992) dan Charlin (1998)
Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges dan Charlin telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama menyerupai berikut.
1. Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2. Masalah yang dipakai merupakan kasus dunia bergotong-royong yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa ketika proses pembelajaran disusun menurut masalah.
4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5. Siswa aktif dengan proses bersama.
6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.
Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih yaitu materi yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa sanggup mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan materi yang berafiliasi dengan kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih yaitu materi yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Pannen (2001)
Langkah-langkah pemecahan kasus dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:
1. mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
4. memecahkan kasus menurut pada data yang ada dan analisisnya,
5. menentukan cara untuk memecahkan masalah,
6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7. melaksanakan ujicoba terhadap planning yang ditetapkan, dan
8. melaksanakan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Arends (2004)
Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL.
Fase Aktivitas guru
Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada acara pemecahan kasus yang dipilih
Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi kiprah berguru yang berafiliasi dengan kasus yang dihadapi
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk klarifikasi dan pemecahan
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai menyerupai laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk mengembangkan kiprah dengan temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu mahasiswa melaksanakan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang dipakai selama berlangusungnya pemecahan masalah.
Berikut langkah-langkah PBM.
1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menuntaskan permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami perihal permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan perihal hal-hal yang tidak mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan sanggup membagi pengetahuan gres yang mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks faktual melalui pelaporan di kelas.
Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut.
1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah.
Periksa pemahaman Anda perihal skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam kelompok Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini. Karena ini yaitu situasi pemecahan kasus nyata, grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi yang diharapkan untuk memecahkan masalah.
2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat
Tulis dalam daftar teori atau hipotesis perihal penyebab kasus atau ide-ide perihal bagaimana untuk memecahkan masalah. Anda juga akan mendukung atau menolak ide-ide sebagai hasil penyelidikan Anda. Daftar inspirasi yang berbeda lain yang perlu ditangani.
3. Daftar apa yang dikenal.
Buat pos berjudul "Apa yang kita ketahui?" pada selembar kertas. Kemudian temukan informasi yang terkandung dalam skenario.
4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah.
Suatu pernyataan kasus harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda ketahui. Dalam satu atau dua kalimat Anda harus sanggup menjelaskan apa yang grup Anda sedang mencoba untuk menyelesaikan, memproduksi, menanggapi, tes, atau mencari tahu. Pernyataan kasus mungkin harus direvisi sebagai informasi gres ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi.
5. Daftar apa yang dibutuhkan.
Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah. Rekam mereka di bawah daftar kedua berjudul: "Apa yang kita perlu tahu?" Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat konsep atau prinsip-prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi. Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk usul untuk informasi lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin akan terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain.
6. Daftar tindakan yang mungkin.
Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: "Apa yang harus kita lakukan?". Daftar planning Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin termasuk mempertanyakan ahli, mendapat data online, atau mengunjungi perpustakaan.
7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi.
Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan menafsirkan informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi pernyataan masalah. Anda sanggup mengidentifikasi laporan kasus yang lebih. Pada titik ini, grup Anda mungkin akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan masalah. Beberapa kasus mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan atau pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat.
8. Menyajikan temuan-temuannya.
Siapkan laporan di mana Anda menciptakan rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau solusi lainyang sempurna untuk kasus menurut data Anda dan latar belakang. Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan presentasi multimedia dengan memakai gambar, grafik, atau suara.
Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah
Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)
Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis kasus yaitu sebagai berikut:
a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah kasus yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk bisa menemukan kasus dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan planning penyelesaian.
b. Inkuiri dan pemeriksaan (inquiry dan investigation) yang meliputi kegiatan mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi.
c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melaksanakan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
A. Tugas Perencanaan.
Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan menyerupai halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
1. Penetapan Tujuan.
Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran menurut kasus direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu contohnya ketrampilan menyelidiki, memahami kiprah orang cukup umur dn membantu siswa menjadi pebelajar yang sanggup berdiri diatas kaki sendiri Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan yang hendak dicapai sehingga sanggup dikomunikasikan dengan terang kepada siswa
2. Merancang situasi kasus yang sesuai
Dalam pembelajaran menurut kasus guru menawarkan kebebasan siswa untuk menentukan kasus yang akan diselidiki, alasannya yaitu cara ini meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik ( menurut pada pengalaman dunia faktual siswa ), mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
3. Organisasi sumber daya dan planning logistik.
Dalam pembelajaran menurut kasus guru mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa alasannya yaitu dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan bermacam-macam material dan peralatan, pelaksanaan sanggup dilakukan didalam maupun diluar kelas.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran menurut kasus tidak untuk memperoleh informasi gres dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran ini yaitu kegiatan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi pelajar yang mandiri. Oleh alasannya yaitu itu cara yang baik dalam menyajikan kasus yaitu dengan memakai kejadian-kejadian yang mencengangkan dan menjadikan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan kasus tersebut.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Dalam pembelajaran menurut kasus siswa memerlukan proteksi guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok berguru kooperatif juga diharapkan pengembangan ketrampilan kolaborasi di anatara siswa dan saling membantu untuk menilik kasus secara bersama.
3. Membantu penyelidikan sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan kelompok.
a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari banyak sekali sumber, siswa diberi pertanyaan yang menciptakan siswa memimikirkan kasus dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan kasus sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan sanggup memakai metode yang sesuai untuk memecahkan kasus tersebut. Membantu penyelidikan sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan kelompok
b. Guru mendorong pertukaran inspirasi secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari banyak sekali sumber, siswa diberi pertanyaan yang menciptakan mereka memikirkan kasus dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru memberi proteksi yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
c. Puncak kegiatan pembelajaran menurut kasus yaitu penciptaan dan peragaan artifak menyerupai laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb. Tugas guru pada tiap final pembelajaran berbasis kasus yaitu membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
4. Analisis dan penilaian proses pemecahan masalah. Tugas guru pada tahap final pembelajaran menurut kasus yaitu membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen
Guru perlu menawarkan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk mengendalikan tingkah laris siswa ketika mereka melaksanakan penyelidikan sehingga terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam melaksanakan aktivitasnya.
D. Asesmen dan evaluasi
Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil ( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan mekanisme penilaian alternative yang sanggup dipakai untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus sanggup dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau hebat luar).
Penilaian pada pembelajaran berbasis kasus berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan berguru bagaimanan berguru ( learning to learn ), penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis kasus guru berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.
Peran guru, siswa dan kasus dalam pembelajaran berbasis kasus sanggup digambarkan sebagai berikut:
Guru sebagai pelatihv
Siswa sebagai problem solverv
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasiv
Asking about thinking ( bertanya perihal pemikiran)Ø
memonitor pembelajaranØ
probbing ( menantang siswa untuk berfikir )Ø
menjaga semoga siswa terlibatØ
mengatur dinamika kelompokØ
menjaga berlangsungnya prosesØ
peserta yang aktifØ
terlibat pribadi dalam pembelajaranØ
membangun pembelajaranØ
menarik untuk dipecahkanØ
menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajariØ
Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran berbasis kasus membutuhkan banyak latihan dan perlu menciptakan ke putusan-keputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan sesudah pembelajaran.
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil berguru (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melaksanakan pemecahan masalah.
Siswa yang melaksanakan inkuiri dalam pempelajaran akan memakai ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melaksanakan operasi mental menyerupai induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.
2. Belajar model peraturan orang cukup umur (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan berguru sanggup berdiri diatas kaki sendiri (skills for independent learning).
E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pemanfaatannya
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa berguru untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk berguru secara mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan kasus yang telah ia lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM sanggup meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan sanggup mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.
2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi problem yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
3. Menurut Fincham et al. (1997), "PBL tidak menghadirkan kurikulum gres tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda," (hal. 419).
4. Siswa tidak sanggup benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di tempat yang mereka tidak mempunyai pengalaman sebelumnya.
5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak sanggup untuk menutup sebagai materi sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, alasannya yaitu membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk "melepaskan kontrol" dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang sempurna daripada menyerahkan mereka solusi
F. Kesimpulan
Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada final tahun 1960-an di sekolah kedokteran di McMaster University di Kanada.
Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu suatu proses pembelajaran yang keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu kasus melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa sanggup mempelajari pengetahuan yang berafiliasi dengan kasus yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya kasus (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya perihal apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan kasus tersebut. Siswa sanggup menentukan kasus yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran sanggup diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga sanggup memberi pengalaman-pengalaman berguru yang bermacam-macam pada siswa menyerupai kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman berguru yang berafiliasi dengan pemecahan kasus menyerupai menciptakan hipotesis, merancang percobaan, melaksanakan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, menciptakan kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan menciptakan laporan. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa model PBL sanggup menawarkan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL sanggup meningkatkan pemahaman siswa perihal apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka sanggup menerapkannya dalam kondisi faktual pada kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi berguru siswa semoga menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, menciptakan kemungkinan transfers pengetahuan baru, berguru peranan orang cukup umur yang otentik,
Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu proses konstruktif dan bukan penerimaan, Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi pembelajaran, danFaktor-faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran.
Kriteria pemilihan materi Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu :
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik
2. Bahan yang dipilih yaitu materi yang bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih merupakan materi yang berafiliasi dengan kepentingan orang banyak
4. Bahan yang dipilih yaitu materi yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa
Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu :
1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah yaitu sebagai berikut.
A. Tugas Perencanaan.
1. Penetapan Tujuan.
2. Merancang situasi kasus yang sesuai.
3. Organisasi sumber daya dan planning logistik.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membantu penyelidikan sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan kelompok.
4. Analisis dan penilaian proses pemecahan masalah.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen.
D. Asesmen dan evaluasi
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil berguru (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melaksanakan pemecahan masalah.
2. Belajar model peraturan orang cukup umur (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan berguru sanggup berdiri diatas kaki sendiri (skills for independent learning).
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah
3. Membantu siswa berguru untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
6. PBM sanggup meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan sanggup mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
2. Kurangnya waktu pembelajaran.
3. Siswa tidak sanggup benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar.
4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.
Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), alasannya yaitu siswa tidak bisa menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak usang kemudian, tiga sekolah medis lain - University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah disesuaikan untuk arahan sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006))
Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif yaitu berguru merupakan proses konstruksi pengetahuan gres yang menurut pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa berguru yaitu proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.
A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Suherman (2003: 7)
Model pembelajaran dimaksudkan sebagai teladan interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan berguru mengajar di kelas.
Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran yaitu suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berafiliasi dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran.
Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis kasus diturunkan dari teori bahwa berguru yaitu proses dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.
Konsep ini menjelaskan bahwa berguru terjadi dari agresi siswa, dan pendidik hanya berperan dalam memfasilitasi terjadinya acara kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai keterampilan self directed learning.
Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Departemen Pendidikan Nasional (2003)
Pembelajaran berbasis kasus menciptakan siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa sanggup menentukan seni administrasi berguru yang sesuai, terampil memakai seni administrasi tersebut untuk berguru dan bisa mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menuntaskan belajarnya itu.
Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis kasus yaitu untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.
Muslimin Ibrahim (2000:7)
Pembelajaran menurut kasus tidak dirancang untuk membantu guru menawarkan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis kasus dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, berguru banyak sekali kiprah orang cukup umur melalui pelibatan mereka dalam pengalaman faktual atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.
Dari pengertian ini kita sanggup mngetahui bahwa pembelajaran berbasis kasus ini difokuskan untuk perkembangan berguru siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa ketika proses pembelajaran.
Dari beberapa definisi di atas, sanggup ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis kasus (problem based learning) bertujuan untuk:
1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
2. berguru peranan orang cukup umur yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, menciptakan kemungkinan transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi berguru siswa
8. membantu siswa berguru untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL
1. Belajar yaitu proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa berguru yaitu penuangan pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya menyerupai menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang dipakai dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika berguru terjadi informasi gres digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.
2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting yaitu berguru yaitu proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan berguru menyerupai setting tujuan (what am I going to do), seni administrasi seleksi (how am I doing it?), dan penilaian tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan kasus tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan kasus untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku berguru diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu kasus dianalisis dan apakah hasil pemecahan kasus masuk akal?
3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini yaitu perihal penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk mempunyai pengetahuan dan untuk bisa menerapkan proses pemecahan kasus merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa kasus untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi memperlihatkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam memakai pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga memperlihatkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).
Bridges (1992) dan Charlin (1998)
Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges dan Charlin telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama menyerupai berikut.
1. Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2. Masalah yang dipakai merupakan kasus dunia bergotong-royong yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa ketika proses pembelajaran disusun menurut masalah.
4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5. Siswa aktif dengan proses bersama.
6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.
Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih yaitu materi yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa sanggup mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan materi yang berafiliasi dengan kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih yaitu materi yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Pannen (2001)
Langkah-langkah pemecahan kasus dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:
1. mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
4. memecahkan kasus menurut pada data yang ada dan analisisnya,
5. menentukan cara untuk memecahkan masalah,
6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7. melaksanakan ujicoba terhadap planning yang ditetapkan, dan
8. melaksanakan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Arends (2004)
Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL.
Fase Aktivitas guru
Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada acara pemecahan kasus yang dipilih
Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi kiprah berguru yang berafiliasi dengan kasus yang dihadapi
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk klarifikasi dan pemecahan
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai menyerupai laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk mengembangkan kiprah dengan temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu mahasiswa melaksanakan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang dipakai selama berlangusungnya pemecahan masalah.
Berikut langkah-langkah PBM.
1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menuntaskan permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami perihal permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan perihal hal-hal yang tidak mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan sanggup membagi pengetahuan gres yang mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks faktual melalui pelaporan di kelas.
Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut.
1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah.
Periksa pemahaman Anda perihal skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam kelompok Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini. Karena ini yaitu situasi pemecahan kasus nyata, grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi yang diharapkan untuk memecahkan masalah.
2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat
Tulis dalam daftar teori atau hipotesis perihal penyebab kasus atau ide-ide perihal bagaimana untuk memecahkan masalah. Anda juga akan mendukung atau menolak ide-ide sebagai hasil penyelidikan Anda. Daftar inspirasi yang berbeda lain yang perlu ditangani.
3. Daftar apa yang dikenal.
Buat pos berjudul "Apa yang kita ketahui?" pada selembar kertas. Kemudian temukan informasi yang terkandung dalam skenario.
4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah.
Suatu pernyataan kasus harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda ketahui. Dalam satu atau dua kalimat Anda harus sanggup menjelaskan apa yang grup Anda sedang mencoba untuk menyelesaikan, memproduksi, menanggapi, tes, atau mencari tahu. Pernyataan kasus mungkin harus direvisi sebagai informasi gres ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi.
5. Daftar apa yang dibutuhkan.
Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah. Rekam mereka di bawah daftar kedua berjudul: "Apa yang kita perlu tahu?" Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat konsep atau prinsip-prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi. Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk usul untuk informasi lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin akan terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain.
6. Daftar tindakan yang mungkin.
Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: "Apa yang harus kita lakukan?". Daftar planning Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin termasuk mempertanyakan ahli, mendapat data online, atau mengunjungi perpustakaan.
7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi.
Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan menafsirkan informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi pernyataan masalah. Anda sanggup mengidentifikasi laporan kasus yang lebih. Pada titik ini, grup Anda mungkin akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan masalah. Beberapa kasus mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan atau pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat.
8. Menyajikan temuan-temuannya.
Siapkan laporan di mana Anda menciptakan rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau solusi lainyang sempurna untuk kasus menurut data Anda dan latar belakang. Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan presentasi multimedia dengan memakai gambar, grafik, atau suara.
Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah
Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)
Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis kasus yaitu sebagai berikut:
a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah kasus yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk bisa menemukan kasus dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan planning penyelesaian.
b. Inkuiri dan pemeriksaan (inquiry dan investigation) yang meliputi kegiatan mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi.
c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melaksanakan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
A. Tugas Perencanaan.
Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan menyerupai halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
1. Penetapan Tujuan.
Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran menurut kasus direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu contohnya ketrampilan menyelidiki, memahami kiprah orang cukup umur dn membantu siswa menjadi pebelajar yang sanggup berdiri diatas kaki sendiri Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan yang hendak dicapai sehingga sanggup dikomunikasikan dengan terang kepada siswa
2. Merancang situasi kasus yang sesuai
Dalam pembelajaran menurut kasus guru menawarkan kebebasan siswa untuk menentukan kasus yang akan diselidiki, alasannya yaitu cara ini meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik ( menurut pada pengalaman dunia faktual siswa ), mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
3. Organisasi sumber daya dan planning logistik.
Dalam pembelajaran menurut kasus guru mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa alasannya yaitu dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan bermacam-macam material dan peralatan, pelaksanaan sanggup dilakukan didalam maupun diluar kelas.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran menurut kasus tidak untuk memperoleh informasi gres dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran ini yaitu kegiatan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi pelajar yang mandiri. Oleh alasannya yaitu itu cara yang baik dalam menyajikan kasus yaitu dengan memakai kejadian-kejadian yang mencengangkan dan menjadikan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan kasus tersebut.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Dalam pembelajaran menurut kasus siswa memerlukan proteksi guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok berguru kooperatif juga diharapkan pengembangan ketrampilan kolaborasi di anatara siswa dan saling membantu untuk menilik kasus secara bersama.
3. Membantu penyelidikan sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan kelompok.
a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari banyak sekali sumber, siswa diberi pertanyaan yang menciptakan siswa memimikirkan kasus dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan kasus sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan sanggup memakai metode yang sesuai untuk memecahkan kasus tersebut. Membantu penyelidikan sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan kelompok
b. Guru mendorong pertukaran inspirasi secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari banyak sekali sumber, siswa diberi pertanyaan yang menciptakan mereka memikirkan kasus dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru memberi proteksi yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
c. Puncak kegiatan pembelajaran menurut kasus yaitu penciptaan dan peragaan artifak menyerupai laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb. Tugas guru pada tiap final pembelajaran berbasis kasus yaitu membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
4. Analisis dan penilaian proses pemecahan masalah. Tugas guru pada tahap final pembelajaran menurut kasus yaitu membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen
Guru perlu menawarkan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk mengendalikan tingkah laris siswa ketika mereka melaksanakan penyelidikan sehingga terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam melaksanakan aktivitasnya.
D. Asesmen dan evaluasi
Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil ( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan mekanisme penilaian alternative yang sanggup dipakai untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus sanggup dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau hebat luar).
Penilaian pada pembelajaran berbasis kasus berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan berguru bagaimanan berguru ( learning to learn ), penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis kasus guru berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.
Peran guru, siswa dan kasus dalam pembelajaran berbasis kasus sanggup digambarkan sebagai berikut:
Guru sebagai pelatihv
Siswa sebagai problem solverv
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasiv
Asking about thinking ( bertanya perihal pemikiran)Ø
memonitor pembelajaranØ
probbing ( menantang siswa untuk berfikir )Ø
menjaga semoga siswa terlibatØ
mengatur dinamika kelompokØ
menjaga berlangsungnya prosesØ
peserta yang aktifØ
terlibat pribadi dalam pembelajaranØ
membangun pembelajaranØ
menarik untuk dipecahkanØ
menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajariØ
Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran berbasis kasus membutuhkan banyak latihan dan perlu menciptakan ke putusan-keputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan sesudah pembelajaran.
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil berguru (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melaksanakan pemecahan masalah.
Siswa yang melaksanakan inkuiri dalam pempelajaran akan memakai ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melaksanakan operasi mental menyerupai induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.
2. Belajar model peraturan orang cukup umur (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan berguru sanggup berdiri diatas kaki sendiri (skills for independent learning).
E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pemanfaatannya
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa berguru untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk berguru secara mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan kasus yang telah ia lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM sanggup meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan sanggup mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.
2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi problem yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
3. Menurut Fincham et al. (1997), "PBL tidak menghadirkan kurikulum gres tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda," (hal. 419).
4. Siswa tidak sanggup benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di tempat yang mereka tidak mempunyai pengalaman sebelumnya.
5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak sanggup untuk menutup sebagai materi sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, alasannya yaitu membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk "melepaskan kontrol" dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang sempurna daripada menyerahkan mereka solusi
F. Kesimpulan
Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada final tahun 1960-an di sekolah kedokteran di McMaster University di Kanada.
Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu suatu proses pembelajaran yang keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu kasus melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa sanggup mempelajari pengetahuan yang berafiliasi dengan kasus yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya kasus (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya perihal apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan kasus tersebut. Siswa sanggup menentukan kasus yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran sanggup diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga sanggup memberi pengalaman-pengalaman berguru yang bermacam-macam pada siswa menyerupai kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman berguru yang berafiliasi dengan pemecahan kasus menyerupai menciptakan hipotesis, merancang percobaan, melaksanakan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, menciptakan kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan menciptakan laporan. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa model PBL sanggup menawarkan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL sanggup meningkatkan pemahaman siswa perihal apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka sanggup menerapkannya dalam kondisi faktual pada kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi berguru siswa semoga menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, menciptakan kemungkinan transfers pengetahuan baru, berguru peranan orang cukup umur yang otentik,
Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu proses konstruktif dan bukan penerimaan, Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi pembelajaran, danFaktor-faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran.
Kriteria pemilihan materi Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu :
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik
2. Bahan yang dipilih yaitu materi yang bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih merupakan materi yang berafiliasi dengan kepentingan orang banyak
4. Bahan yang dipilih yaitu materi yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa
Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu :
1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah yaitu sebagai berikut.
A. Tugas Perencanaan.
1. Penetapan Tujuan.
2. Merancang situasi kasus yang sesuai.
3. Organisasi sumber daya dan planning logistik.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membantu penyelidikan sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan kelompok.
4. Analisis dan penilaian proses pemecahan masalah.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen.
D. Asesmen dan evaluasi
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil berguru (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melaksanakan pemecahan masalah.
2. Belajar model peraturan orang cukup umur (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan berguru sanggup berdiri diatas kaki sendiri (skills for independent learning).
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah
3. Membantu siswa berguru untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
6. PBM sanggup meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan sanggup mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya yaitu sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
2. Kurangnya waktu pembelajaran.
3. Siswa tidak sanggup benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar.
4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.
0 Response to "Model Pembelajaran Berbasis Problem (Problem Based Introduction)"
Posting Komentar