Hubungan Sikap Pencegahan Keluarga Dengan Bencana Demam Tifoid

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Dr. Suparyanto, M.Kes



HUBUNGAN PERILAKU PENCEGAHAN KELUARGA DENGAN  KEJADIAN  DEMAM TIFOID DI DESA TUGU SUMBERJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETERONGAN
KABUPATEN JOMBANG

THE RELATION OF FAMILY’S PREVENTIVE BEHAVIOR WITH THE INCIDENCE OF TYPHOID FEVER AT TUGU SUMBERJO VILLAGE, IN THE WORK AREAL OF 
PUBLIC ‘S HEALTH CENTER (PUSKESMAS) PETERONGAN SUB
DISTRICT, IN JOMBANG DISTRICT
Atma Sari Kusuma Seta1, Suparyanto2, Supriliyah 1
1 Program Studi S1-  STIKES Pemkab Jombang
2 BKKBN Kabupaten Jombang

ABSTRAK

Demam tifoid ketika ini banyak ditemukan di Negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan lingkungan yang kurang baik, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tahun 2012 diketahui jumlah penderita demam tifoid sejumlah 6.122 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap pencegahan keluarga dengan insiden demam tifoid di Desa Tugu Sumberjo Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang.
Desain penelitian ini yaitu analitik korelasional dengan pendekatan Retrospektif. Populasi dari penelitian ini yaitu Semua kepala keluarga di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang yang berjumlah 1.854 orang. Pemilihan sample dilakukan secara Total Sampling, sample sebanyak 34 orang. Pengumpulan data menggunakan observasi dan data sekunder. Data di analisis menggunakan uji statistik chi square.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 34 responden perilaku pencegahan keluarga terhadap insiden Demam Tifoid setengahnya dalam kategori baik dan insiden demam tifoid tidak terjadi ditunjukkan dari (50%) sebanyak 17 responden. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh angka signifikan atau nilai probabilitas (0,004) jauh lebih rendah standart signifikan 0,05 atau (r < a), dikarenakan r < a, maka H1 diterima.
Dari hasil penelitian sanggup disimpulkan bahwa ada hubungan sikap pencegahan keluarga dengan insiden demam tifoid di Desa Tugu Sumberjo Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang. Diharapkan hasil penelitian ini sanggup dipakai sebagai contoh dalam memperlihatkan penyuluhan pada keluarga dalam mencegah demam tifoid.

Kata Kunci : perilaku, keluarga, demam tifoid

ABSTRACT

At this moment, a lot of typhoid fevers  are found in developing countries  with the high density  of  people ,as well as the health of environment isn’t good, included Indonesia . Based on  the data of health department in Jombang District  in 2012  was known  the number of  typhoid fever patient  is 6,122 people . This research  is aimed to to know  the relation of  family’s preventive behavior  with the incidence of typhoid fever  at  Tugu  Sumberjo village  in the work area of  Public’s Health Center ( Puskesmas )  Peterongan sub district in Jombang Dictrict .
The design  of  this research  is  correlation analytic  with the approach of Restrospective ./ population  of research  is  all family heads at  Tugu Sumberjo village  , Peterongan Sub district , in Jombang District  with the total of them 1.854 people .  Selective sample  is done  by  Total sampling . the number of sampling is 34 people . The collection of data uses   observation and secondary data . data is analyzed  by using  observation  and secondary data . Data which was analyzed uses the statistic test  of  chi square.
The result of research is obtained that  from 34 respondents  family’s preventive behavior to typhoid fever incidence .  A half  in the category is good  and the incidence  of typhoid  doesn’t occur to be  indicated  of ( 50 %  ) then number of  them is  respondents  .  From  The result of statistic test   Chi square  is obtained  significant score  or probability  ( 0.004 ).it is far, lower  significant standard   0.05 or    < α  )  because  of ρ < α. So that H 1 is received
From the result of research  can be concluded that  there is relation that  there  relation  of  family’s  preventive  behavior with  the incidence  typhoid  fever  at  Tugu Sumberjo  Village in the work area of  Public’s Health  Center ( Puskesmas ) Peterongan Sub district  in Jombang District.  Being expected  the result of research  can be used  to be guidance  in giving  counseling  for  family  to prevent typhoid fever

Key word s :  Behavior , Family, Typhoid fever.




 


PENDAHULUAN

Demam tifoid ketika ini banyak ditemukan di Negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan lingkungan yang kurang baik. Jumlah masalah bervariasi tergantung dari lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan sikap masyarakat. Dengan tingginya angka Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang, maka demam tifoid masih merupakan duduk masalah kesehatan. Dimana demam tifoid disebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, kebersihan  perorangan yang kurang baik, serta tingkat sosial ekonomi masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat yang kurang.
Demam tifoid merupakan penyakit abuh akut yang mengenai saluran pencernaan dengan tanda-tanda demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini yaitu salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora.¹ Demam Tifoid dan Paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu masalah pada orang-orang serumah. ²
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan duduk masalah yang penting dan masih menduduki prevalensi penyakit menular. Hal ini disebabkan faktor hegiene dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang tidak habis diatas satu tahun. ³Menurut Yanuar (2008) pencegahan tifoid yaitu Biasakan makan kuliner yang sudah dimasak, biasakan minuman yang sudah dimasak, lindungi kuliner dari lalat, kecoa dan tikus, basuh tangan dengan sabun sehabis ke WC dan sebelum makan, hindari jajan di tempat-tempat yang kurang bersih. Pencegahan demam Tifoid diupayakan melalui aneka macam cara : umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain yaitu peningkatan higiene lantaran perbaikan higiene dan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk verbal (diminum atau dimakan) tidak terkontaminasi Salmonella Typhi. Pemutusan rantai tranmisi juga penting dan pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/ makanan.⁴
Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Menurut Survei Departemen Kesehatan RI, frekeunsi insiden demam tifoid di Indonesia pada tahun 2010 Demam Tifoid merupakan permasalahan kesehatan penting di banyak negara berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan insiden demam tifoid yaitu 300-810 masalah per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam tifoid  merupakan salah satu dari penyakit abuh terpenting (Depkes RI, 2010). ⁵ Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tahun 2012 diketahui jumlah penderita demam tifoid sejumlah 6.122 orang. Dari semua Puskesmas di seluruh Kabupaten Jombang jumlah demam tifoid terbanyak terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan sejumlah 1.639 orang (Dinkes Jombang, 2012).⁶ Berdasarkan data dari Wilayah Kerja Puskesmas peterongan diketahui jumlah penderita demam tifoid dengan test Widal Positif sejumlah 88 orang (Puskesmas Peterongan, 2012).
Penyebab demam tifoid yaitu basil salmonella typhi. Penularan penyakit ini bisa melalui air dan makanan. Kuman salmonela sanggup bertahan usang dalam makanan. Penggunaan air minum secara masal yang terkontaminasi basil sering mengakibatkan terjadinya insiden luar bisa tifoid. Vektor berupa serangga juga berperan dalam penularan penyakit. ⁷
Beberapa faktor resiko yang diduga mensugesti terjangkitnya penyakit demam tifoid antara lain kesehatan lingkungan yang kurang memadai, kepadatan penduduk, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, hegiene perorangan yang kurang baiktingkat social ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat.⁸ Demam lebih dari tujuh hari salah satu tanda-tanda yang paling menonjol. Demam ini bisa diikuti oleh tanda-tanda tidak khas lainnya ibarat diare, anoreksia, atau batuk. Pada keadaan yang parah bisa disertai gangguan kesadaran. Komplikasi yang bisa terjadi adanya perforasi usus, perdarahan usus dan koma.
Mengkonsumsi kuliner sehat supaya meningkatkan daya tahan tubuh, memperlihatkan pendidikan kesehatan untuk menerapkan perilaku hidup higienis dan sehat dengan cara budaya basuh tangan yang benar dengan menggunakan sabun, peningkatan higiene kuliner dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan higienis dalam pengolahan dan penyajian makanan, semenjak awal pengolahan, pendinginan hingga penyajian untuk dimakan. Kebersihan kuliner dan minuman sangat penting untuk mencegah demam tifoid. Merebus air minum hingga mendidih dan memasak kuliner hingga matang juga sangat membantu. Selain itu juga perlu dilakukan sanitasi lingkungan termasuk membuang sampah di tempatnya dengan baik dan pelaksanaan jadwal imunisasi. ⁷


MATERI DAN METODE
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang dipakai yaitu penelitian analitik hubungan yaitu penelitian hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau kelompok subjek.. Peneliti ingin mempelajari hubungan sikap pencegahan keluarga dengan insiden demam tifoid. Dengan rancangan penelitian Retrospektif yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat.⁹ Populasi penelitian ini yaitu Semua Kepala keluarga yang anggota keluarganya menderita Demam Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang bulan Mei‑Desember tahun 2012 sebanyak 34 orang
Metode pengambilan sampel menggunakan Non Probability sampling dengan jenis Total Sampling  yaitu mengambil sampel dari seluruh anggota populasi.¹ᴼ  Penentuan besar sampling didapatkan sejumlah 34 responden. Tempat penelitian di Desa Tugu Sumberjo Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang
. Instrumen yang dipakai dalam mengukur variable independen dengan menggunakan observasi dan wawancara kemudian variable dependen dengan observasi.
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa langkah yaitu; Editing, Coding, Scoring, tabulating. Analisa data dilakukan untuk memilih ada tidaknya Hubungan hubungan sikap pencegahan keluarga dengan insiden demam tifoid dengan menggunakan uji statistic Chi Square .



HASIL PENELITIAN
Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 12 hingga 16 Juni 2013 yaitu sebanyak  34 responden.

1.         Perilaku pencegahan keluarga terhadap Demam Tifoid

Tabel  1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Keluarga Terhadap Kejadian Demam Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 hingga 16 Juni 2013.

No
pengetahuan
f
(%)
1.
Baik
27
79,4
2.
Kurang
7
20,6
34
100

Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari 34 responden hampir seluruhnya (79,4%) sikap pencegahan keluarga terhadap Kejadian demam Tifoid yaitu baik sejumlah 27 responden.


Tabel  2   Tabulasi silang antara sikap pencegahan keluarga dengan Tingkat Pendidikan di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 hingga 16 Juni 2013.

Tingkat
pendidikan
Perilaku Pencegahan
%
Baik
Kurang Baik
f
%
f
%
SD/SMP
8
23,5
7
20,6
15
44,1
SMA
10
29,4
0
0
10
29,4
PT
9
26,5
0
0
9
26,5
29
79,4
7
20,6
34
100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari 34 responden berpendidikan Sekolah Menengan Atas hamper setengahnya sikap pencegahan keluarga dalam kategori baik sejumlah 10 responden (29,4%).


Table 3   Tabulasi silang antara sikap pencegahan keluarga dengan Pekerjaan di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 hingga 16 Juni 2013.

Pekerjaan
Perilaku Pencegahan
%
Baik
Kurang Baik
f
%
f
%
IRT
8
23,5
3
8,8
11
32,3
WIRASWASTA
4
11,8
0
0
4
11,8
SWASTA
6
17,6
0
0
6
17,6
BURUH
2
5,9
3
8,8
5
14,7
PNS
3
8,8
0
0
3
8,8
27
79,4
7
20,6
35
100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menerangkan bahwa dari 34 responden pekerjaan IRT sebagian kecil sikap pencegahan keluarga dalam kategori baik sejumlah 8 responden (23,5%)


Tabel  4   Tabulasi silang antara sikap pencegahan keluarga dengan pernah mendapat informasi di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 hingga 16 Juni 2013.
Pernah Mendapat Informasi
Perilaku Pencegahan
%
Baik
Kurang Baik
f
%
f
%
YA
20
58,8
1
3
20
61,8
TIDAK
7
20,6
6
17,6
14
38,2
27
76
7
20,5
34
100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menerangkan bahwa dari 34 responden sikap pencegahan keluarga dalam kategori baik sebagian besar pernah mendapat informasi sejumlah 20 responden (58,8%)


Tabel 5  Tabulasi silang antara sikap pencegahan keluarga dengan sumber informasi di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 hingga 16 Juni 2013.

Sumber
Informasi
Perilaku Pencegahan
%
Baik
Kurang Baik
f
%
f
%
Tenaga kesehatan
11
52,4
0
0
11
52,4
Majalah
3
14,2
0
0
3
14,2
Radio/TV
5
23,8
1
4,8
6
28,6
Internet
1
4,8
0
0
1
4,8
27
95,2
1
4,8
21
52,4
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas menunjukka bahwa dari 34 responden sikap pencegahan keluarga dalam kategori baik sebagian besar mendapat informasi dari petugas kesehatan sebanyak 11 responden (52,4%).



2.         Kejadian Demam Tifoid
Tabel 6  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian  Demam Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 hingga 16 Juni 2013.

No
Kejadian Demam Tifoid
f
(%)
1.
Tidak terjadi
17
50
2.
Terjadi
17
50
34
100

Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari 34 responden setengahnya (50%) tidak terjadi insiden Demam Tifoid dan setengahnya lagi terjadi insiden Demam Tifoid sejumlah 17 responden.


3.         Hubungan perilaku pencegahan  keluarga dengan kejadian Demam Tifoid

Tabel 7 Tabulasi Silang Hubungan Perilaku Pencegahan Keluarga Dengan Kejadian Demam Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang pada 12 hingga 16 Juni 2013.

Kejadian
Demam tipoid
Perilaku Pencegahan
%
Baik
Kurang Baik
f
%
f
%
Tidak terjadi
10
29,4
7
20,6
17
100
Terjadi
17
50
0
0
17
50
27
79,4
7
20,6
34
100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari 34 responden sikap pencegahan keluarga terhadap insiden Demam Tifoid setengahnya dalam kategori baik dan insiden demam tifoid tidak terjadi ditunjukkan dari 50% sebanyak 17 responden.


PEMBAHASAN

Perilaku pencegahan keluarga
   Berdasarkan tabel 1 memperlihatkan bahwa dari 34 responden hampir seluruhnya sikap pencegahan keluarga yaitu baik sejumlah 27 responden (79,4%).
Perilaku yaitu tindakan atau kegiatan dari insan itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Atau sanggup disimpulkan bahwa sikap yaitu semua kegiatan atau kegiatan manusia, baik yang sanggup diamati langsung, maupun yang tidak sanggup diamati oleh pihak lain. ¹²
Perilaku pencegahan merupakan suatu tindakan atau upaya seseorang dalam memperbaiki kualitas hidup seseorang. dimana sikap tersebut  menurunkan angka insiden suatu penyakit. Dalam penelitian ini didapatkan sikap pencegahan baik. Apabila sikap pencegahan seseorang baik, maka angka insiden demam tifoid tidak terjadi. Ada beberapa faktor yang mensugesti sikap diantaranya faktor Pendidikan, Sosial Ekonomi (pekerjaan),Pemberian Informasi, Sumber Informasi.
Berdasarkan tabel 2 memperlihatkan bahwa dari 34 responden hampir setengahnya  (44,1%) responden berpendidikan dasar (SD,SMP) sejumlah 15 responden.
Pendidikan yaitu suatu proses berguru yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga atau masyarakat.¹²
Keyakinan seseorang didapat dari adanya variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang bekerjasama dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk menuntaskan masalahnya.¹³
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mensugesti sikap seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula sikap pencegahannya. Tetapi pada kenyataannya dalam penelitian ini didapatkan dari 34 responden hampir setengahnya  (44,1%) responden berpendidikan dasar (SD,SMP) sejumlah 15 responden. Hal ini dimungkinkan lantaran sikap baik tidak hanya dipengaruhi tingkat pendidikan saja, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain. Seperti karakteristik dan sikap seseorang tersebut dalam memahami perihal pola hidup sehat.
Berdasarkan tabel 3 memperlihatkan bahwa dari 34 responden hampir setengahnya (32,4%) responden yaitu IRT sejumlah 11 responden.
Faktor sosial dan psikososial sanggup meningkatkan resiko terjdinya penyakit dan mensugesti cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Hal ini mensugesti keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, biasanya ia akan lebih cepat tanggap.
Pekerjaan berdasarkan Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2008), yaitu kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan cara mencari nafkah, berulang dan banyak tantangan. Pekerjaan seseorang sanggup mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan serta duduk masalah kesehatan. Pekerjaan sanggup mengukur status sosial ekonomi serta duduk masalah kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja.¹⁴
Tingkat sosial yaitu kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, tingkat sosial ekonomi yaitu citra perihal keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi. Tingkat sosial ekonomi mencakup pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan yang merupakan penyebab secara tidak pribadi dari duduk masalah kesehatan.¹⁵
Hampir Setengahnya pekerjaan responden dalam penelitian ini yaitu IRT. Hal ini dimungkinkan lantaran ibu rumah tangga mempunyai waktu yang lebih banyak dirumah, sehingga ibu bisa menfokuskan diri dalam menuntaskan kiprah rumah tangga, serta sanggup lebih fokos dalam menjalankan kiprah sebagi Ibu Rumah Tangga. dan apabila sakit kebanyakan dari orang dengan tingkat sosial rendah tidak akan segera memeriksakan penyakitnya ke petugas kesehatan, gres ketika sakit dirasa tidak sembuh-sembuh mereka memeriksakan penyakitnya ke petugas pelayanan kesehatan, sehingga penyakit yang dideritanya sudah semakin parah atau bahkan sudah terjadi suatu komplikasi. Sebaliknya orang dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi memperlihatkan tingkat pendidikan, pekerjaan. Orang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi lebih mempunyai pengetahuan perihal kesehatan dan melaksanakan tindakan pencegahan supaya tidak terkena suatu penyakit, kalaupun menderita sakit maka orang dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mencari pelayanan kesehatan yang baik untuk mengobati penyakitnya.Kondisi tersebut juga didukung oleh adanya sumber informasi sehingga responden mempunyai sikap pencegahan yang baik.
Berdasarkan tabel 4 memperlihatkan bahwa dari 34 responden sebagian besar (61,8%) responden pernah mendapat informasi sejumlah 21 responden. Dan Berdasarkan tabel tersebut  menunjukkan bahwa dari 34 responden hampir setengahnya (38,2%) responden tidak mendapat informasi sejumlah 13 responden.
Informasi yaitu data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengmbilan keputusan ketika ini atau mendukung sumber informasi .¹⁶
Dengan memperlihatkan informasi, penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat perihal hal tersebut. Dalam tunjangan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, gosip yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, hasilnya besar lengan berkuasa terhadap sikap konsumennya.¹⁷
Pemberian Informasi juga mensugesti sikap seseorang, Dengan memperlihatkan informasi, penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat perihal sikap perihal pencegahan demam tifoid. Seseorang bisa mendapat sumber informasi tidak hanya dari penyuluhan oleh petugas kesehatan melainkan juga bisa sanggup dari majalah, internet, radio/TV.
Kejadian Demam Tifoid

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa dari 34 responden setengahnya (50%) tidak terjadi insiden Demam Tifoid dan setengahnya lagi terjadi insiden Demam Tifoid sejumlah 17 responden.
Demam tifoid merupakan penyakit abuh akut usus halus. Sinonim dari demam tifoid dan paratifoid yaitu tifoid   dan paratifoid   fever, enteric fever, tifus dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid memperlihatkan manifestasi yang sama dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan. ²
Demam tifoid yaitu abuh akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh salmonella typhi.
Demam Tifoid dipengaruhi oleh pencegahan Demam Tifoid yang kurang baik. Salah satu penyebab DemamTifoid yaitu kesehatan lingkungan yang kurang memadai, kepadatan penduduk, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, hegiene perorangan yang kurang baik tingkat sosial ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat.¹
Dalam penelitian ini peneliti melaksanakan observasi dengan melihat Rekam Medik Widal positif pasien di Puskesmas peterongan. Dimana dikatakan Widal positif yaitu yang mempunyai nilai diagnostic standart Widal ≥1/200.
Kejadian Demam Tifoid dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan yang buruk, dan sikap masyarakat yang tidak sehat. Dalam kenyataannya dalam penelitian ini didapatkan setengahnya terjadi insiden Demam Tifoid. Sebenarnya insiden Demam Tifoid ini bisa dicegah dengan melaksanakan perjuangan terhadap lingkungan hidup yaitu penyediaan air minum yang memenuhi syarat ibarat memasak air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, pembuangan kotoran insan yang hygienis, dimana pembuangan kotoran yang baik yaitu di jamban. Pemberantasan lalat sanggup dilakukan dengan cara menutup semua makanan, menyimpan makan di dalam almari, memberi perangkap untuk lalat. Selain itu pengawasan terhadap penjual kuliner juga perlu dilakukan dengan cara memperhatikan lingkungan tempat penjual makanan, serta memperhatikan kebersihan diri penjual untuk menjaga dan memelihara kebersihan makanan. Usaha terhadap insan bisa berupa melaksanakan imunisasi, menemukan tanda tanda-tanda dari Demam Tifoid dan mengobati anggota keluarga yang sakit dengan membawanya ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. Selain perjuangan tersebut pendidikan kesehatan masyarakat juga dibutuhkan ibarat masyarakat sanggup memperoleh informasi perihal Demam Tifoid dari petugas kesehatan yang melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat, selain mendapat informasi demam tifoid dari petugas kesehatan, masyarakat juga bisa mendapat informasi melalui internet,TV, radio, dan majalah. Diharapkan dengan adanya sumber informasi ini masyarakat sanggup mengerti dan paham perihal demam tifoid beserta cara pencegahannya.


Hubungan pengetahuan ibu perihal permainan edukatif dengan perkembangan motorik bernafsu anak usia 3-6 tahun

Berdasarkan tabel 7 sanggup dilihat bahwa dari 34 responden sikap pencegahan keluarga terhadap insiden Demam Tifoid seluruhnya dalam kategori baik dan insiden demam tifoid tidak terjadi ditunjukkan dari 63% sebanyak 17 responden.
Dari hasil uji statistik chi square diperoleh angka signifikan atau nilai probabilitas (0,004) jauh lebih rendah standart signifikan 0,05 atau (r < a), dikarenakan r < a, maka H1 diterima. Hal ini berarti ada hubungan sikap pencegahan pada keluarga dengan insiden Demam Tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan  Peterongan Kabupaten Jombang.
Perilaku yaitu tindakan atau kegiatan dari insan itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Atau sanggup disimpulkan bahwa sikap yaitu semua kegiatan atau kegiatan manusia, baik yang sanggup diamati langsung, maupun yang tidak sanggup diamati oleh pihak lain. ¹²
Desminiarti ibarat dikutip Sunaryo (2004), sikap yaitu proses interaksi individu dalam tindakan atau sikap suatu organisme yang sanggup diamati dan bahkan dipelajari.
Demam Tifoid dipengaruhi oleh sikap pencegahan Demam Tifoid yang kurang baik. Salah satu penyebab Demam Tifoid yaitu kesehatan lingkungan yang kurang memadai, kepadatan penduduk, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, hygienis perorangan yang kurang baik tingkat sosial ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat. ¹ᴼ
Dari teori diatas semakin baik sikap pencegahan seseorang maka akan semakin rendah tingkat insiden Demam Tifoid dan demikian juga sebaliknya. Seperti halnya dari hasil penelitian ini yang memperlihatkan bahwa sikap pencegahan baik dengan insiden demam tifoid tidak terjadi. Perilaku pencegahan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pendidikan, pekerjaan, pendapatan informasi dan sumber informasi. Selain faktor tersebut, kesehatan lingkungan,, penyediaan air minum, dan hygienis perorangan juga sanggup mensugesti sikap seseorang dalam melaksanakan pencegahan Demam Tifoid. Kesehatan lingkungan yang kurang memadai bisa mengakibatkan insiden Demam tifoid, ibarat kebiasaan seseorang membeli kuliner diluar hendaknya memperhatikan kebersihan ²lingkungan tempat penjual makanan. Selain itu penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat bisa mengakibatkan terjadinya Demam tifoid. Seseorang hendaknya memperhatikan makanan/minuman yang akan dikonsumsi dengan memasaknya terlebih dahulu dengan tetap memperhatikan kebersihan diri sendiri.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka Perilaku pencegahan keluarga terhadap demam tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang tahun 2013 hampir seluruhnya dalam kategori baik. Dan Kejadian demam tifoid setengahnya terjadi dan setengahnya tidak terjadi insiden demam tifoid di Desa Tugu Sumberjo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang tahun 2013. Sehingga  dapat disimpulkan Ada hubungan sikap pencegahan keluarga dengan insiden demam tifoid.

DAFTAR PUSTAKA
1.         Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta. EGC.
2.         Mansjoer. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
3.         Hadisaputro. Masalah Demam tifoid. http://digilib.unimus.ac.id. 2013.
4.         Widodo, Darmowandoyo, 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi Pertama. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI:367-375
5.         Depkes RI. 2010. Angka Kejadian tifus di Indonesia. http://www. library. upnvj.ac.id/pdf. Diakses 23/01/2013.
6.         Widodo, Darmowandoyo, 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi Pertama. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI:367-375
7.         Dinkes Jombang. Jumlah insiden tifoid di Jombang. Dinkes Jombang. 2012.
8.         Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga. 2012
9.         Hidayati. 2010. Faktor penyebab penyakit tifoid. http://ejournal.uin-malang.ac.id. Diakses 12/02/2013.
10.      Alimul, Hidayat. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta. 2009
11.      Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2005
12.      Notoatmodjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.2007
13.      Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta. EGC.
14.      Timmreck, TC. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005
15.      Adi, R. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Edisi 1. Jakarta: Granit. 2004
16.      Kusrini, Koniyo Andri. Tuntutan Mudah Membangun Sistem Informasi Akutansi dengan Visual basic dan Mocrosoft SQL Server. Yogyakarta. C.V ANDI OFFSET
17.      Wawan dan Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta. Nuha Medika.


















 

Sumber https://dr-suparyanto.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Hubungan Sikap Pencegahan Keluarga Dengan Bencana Demam Tifoid"

Posting Komentar