Penyakit Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Dr. Suparyanto, M.Kes

PENYAKIT HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)



2.1         Konsep Tekanan Darah
2.1.1   Pengertian Tekanan Darah
Menurut Djoko santoso (2010) tekanan darah ialah tekanan dimana darah beredar dalam pembuluh darah. Tekanan ini terus menerus berada dalam pembuluh darah dan memungkinkan darah mengalir konstan. Tekanan darah dalam tubuh intinya merupakan ukuran tekanan atau gaya didalam arteri yang harus seimbang dengan denyut jantung, melalui denyut jantung darah akan dipompa melalui pembuluh darah kemudian dibawa keseluruh pecahan tubuh. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Rusdi, 2009).
Menurut tim peneliti dari Universitas Cambridge dan Nottingham Inggris, tekanan darah dikontrol oleh hormon yang disebut angiotensis (Anna, 2010). Tekanan tertinggi lantaran jantung bilik kiri memompa darah ke arteri disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik ialah tekanan terendah ketika jantung beristirahat atau rileks. Tekanan darah digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik.  Pada orang cukup umur tekanan normal berkisar 120/80 mmHg (Santoso, 2010). 
2.1.2   Mengukur Tekanan Darah
Mengukur tekanan darah umumnya dengan sfigmomanometer dengan komponen manset, alat pompa. Mansetnya berukuran standart dilingkarkan pada lengan atas dan kemudian diisi dengan udara yang cukup untuk menekan arteri. Pada kondisi tersebut ajaran darah berhenti sesaat. Kemudian udara dilepaskan perlahan-lahan hingga arah mulai mengalir kembali melalui arteri, kemudian dengarkan lewat stetoskop. Suara denyutan yang terdengar pertama kali ialah tekanan darah sistolik. Dalam fase ini bilik jantung dalam kondisi menguncup. Seiring semakin besarnya udara yang dikeluarkan darah manset, hingga tercapai arteri terbuka sepenuhnya, pada ketika ini ajaran darah mengalir lancar dan bunyi denyutan arteri menghilang.
Tekanan ketika bunyi denyutan terakhir menghilang dinamakan tekanan darah diastolik. Selama fase diastolik, bilik jantung dalam kondisi mengembang. Dari dua hasil investigasi tekanan darah, kedua nilai itu seakan dinyatakan dengan angka pecahan. Sebagai contoh, “120/80” mmHg memperlihatkan tekanan darah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg. Angka atas memperlihatkan tekanan sistolik, yaitu besarnya tekanan pada arteri ketika jantung menguncup dan darah didorong ke dalam aorta.
Angka bawah memperlihatkan tekanan diastolik, yaitu sisa tekanan yang ada pada arteri antara dua denyut jantung ketika otot jantung mengembang dan mengisi darah. Selama waktu ini tekanan darah  turun. Tekanan darah yang diperiksa ketika berbaring, duduk atau bangun biasanya serupa. Pengukuran tekanan darah yang ideal ialah ketika duduk, membisu (santai), tanpa bicara, lantaran itu mencerminkan keseharian seseorang  (Santoso, 2010).
2.1.3   Mekanisme Pemeliharaan tekanan darah
Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, jantung, pembuluh darah arteri, dan  sebagaian hormon. Jantung bekerja sebagai pemompa darah mengalir ke pembuluh darah arteri besar (aorta) yang akan disebarkan ke seluruh tubuh. Jantung kanan mendapatkan pembuluh darah dari seluruh pecahan tubuh melalui vena cava superior dan inferior, kemudian darah yang mengantarkan oksigen dan zat masakan keseluruh tubuh dialirkan menuju paru. Sampai di kantong paru (aveoli), darah mengambil oksigen dan membuang CO2 dan selanjutnya meninggalkan paru dan kembali ke jantung masuk ke serambi kiri. Dari serambi kiri darah dipompa melalui aorta, semakin berat kerja jantung dalam memompa darah maka semakin besar daya yang diterima pembuluh darah arteri.
Pembuluh darah fungsi untuk mengontrol tekanan darah, mengakomodasi arus ajaran darah perdenyut jantung dan membawa nutrisi dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Sifat lentur dari dinding arteri ini sanggup melebar dan mengkerut ketika dilalui darah, semakin lentur dinding arteri semakin lancar ajaran darah dan makin sedikit tekanan pada dinding arteri. Namun kalau arteri kehilangan elastisitas (menyempit maka ajaran darah tidak lancar sehingga diharapkan tenaga untuk melewati arteri ini.  
Otak ialah sentra pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut sarafnya yang  membawa pesan dari semua pecahan tubuh yang diteruskan ke otak wacana kondisi tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Informasi ini diproses diotak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Proses tersebut bersifat otomatis (Santoso, 2010).
Organ ginjal bisa menjaga jumlah garam dan air yang dibutuhkan, juga bisa menyingkirkan kelebihan cairan dan zat buangan tubuh. Kemampuan fungsinya dalam mengatur jumlah natrium yang disimpan tubuh juga kemampuan mengatur volume air dalam tubuh yang didukung oleh natrium yang bersifat menahan air sehingga ginjal mempunyai peranan mengatur tekanan darah lantaran bila kondisi semakin banyak natrium didalam tubuh semakin banyak banyak juga air dalam darah. Kelebihan air didalam darah akan meningkatkan tekanan darah.
Ginjal juga memproduksi hormon renin. Renin merangsang pembentukan hormon angiotensin suatu hormon yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit dengan hasil berupa naiknya tekananan darah. Sedangkan hormon dari beberapa organ juga sanggup mempengaruhi pembuluh darah ibarat kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon ibarat adrenalin dan aldosteron yang mensekresikan esterogen yang sanggup meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroksin berperan dalam pengontol tekanan darah. Hormon ANP (Antinatriuretik Peptid) hormon yang dibentuk jantung. Ketika hormon ANP dikeluarkan berlebihan, ginjal gagal menyingkirkan kelebihan garam dari darah ke urin sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah (Santoso, 2010).

2.2         Konsep Hipertensi Pada Lanjut Usia
2.2.1   Pengertian Hipertensi
Menurut Sylvia (2005), hipertensi ialah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Sedangkan berdasarkan Rusdi (2009) Hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit – penyakit lain, ibarat stroke dan penyakit jantung.
Menurut Djoko santoso (2010) Hipertensi memperlihatkan kondisi dimana ajaran darah pada arteri bertekanan terlalu tinggi untuk tubuh yang sehat. Hipertensi sama untuk semua golongan umur dan pengobatannya didasarkan bukan atas umur akan tetapi pada tingkat tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskuler yang ada pada pasien (Aru, 2010). Hipertensi sistolik terisolasi bentuk hipertensi yang paling menonjol pada lansia, definisinya kalau tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dengan tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah (Potter dan Perry, 2005).
2.2.2   Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan berdasarkan Dr.Iskandar Junaidi, 2010 yaitu :
1.    Hipertensi Primer/esensial
Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang mempunyai beberapa kemungkinan penyebabnya. Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah sanggup mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Hipertensi primer terjadi lantaran kondisi masyarakat yang mempunyai asupan garam cukup tinggi, lebih dari 6,8 gram setiap hari, serta lantaran faktor  genetik. (terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh tragedi hipertensi)
2.    Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan lantaran gangguan pembuluh darah atau organ tubuh tertentu, ibarat ginjal, kelenjar adrenalin, dan aorta. Penyebab hipertensi sekunder sekitar 5-10% berasal dari penyakit ginjal, dan sekitar 1-2% lantaran kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab lain yang jarang ialah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinerin (adrenalin) atau norepinerin (noradrenalin).   
2.2.3   Gejala Hipertensi
Terjadi peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala. Gejala lain yang dirasakan : sakit kepala, kelelahan, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang, gampang marah, indera pendengaran berdengung, sulit tidur, rasa berat ditengkuk, nyeri di tempat pecahan belakang, nyeri di dada, denyut jantung berpengaruh dan cepat, pusing. Dan akan timbul keluhan lain apabila terjadi komplikasi pada ginjal, otak dan jantung (Widian, 2009).
2.2.4   Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Lansia
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia ialah :
1.    Renin
Tingginya kadar renin mengakibatkan vasokontriksi dan peningkatan volume darah (akibat meningkatnya retensi garam dan cairan pada ginjal), menimbulkan tingginya kadar tekanan darah.
2.    Peningkatan sensitivitas terhadap asupan garam.
Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium. Ini mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
3.    Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer
akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer yang  mengakibatkan hipertensi sistolik.

4.    Perubahan ateromatous
Akibat proses menua mengakibatkan disfungsi endotel yang berlanjut
pada pembentukan banyak sekali sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian mengakibatkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain bekerjasama dengan kenaikan tekanan darah.   
2.2.5   Faktor Terjadinya Hipertensi
Menurut Rusdi (2009) faktor dan penyebab terjadinya hipertensi antara lain :
Faktor yang tidak sanggup diubah : 
1.    Faktor Keluarga
Keluarga yang anggotanya mempunyai sejarah tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskuler atau diabetes, maka biasanya penyakit itu juga akan menurun kepada anak-anaknya.
2.    Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terjangkit hipertensi daripada perempuan. Hipertensi berdasarkan gender ini sanggup pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada perempuan sering kali dipicu oleh sikap tidak sehat, ibarat merokok dan kelebihan berat badan, depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Akan tetapi, pada laki-laki lebih bekerjasama dengan pekerjaan dan pengangguran.
3.    Faktor usia
Faktor usia  juga pemicu terjadinya hipertensi. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dari itu, juga sangat berpotensi terkena hipertensi. Tekanan sistolik terus meningkat hingga usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus naik hingga usia 55-60 tahun.
Faktor yang sanggup diubah :
1.    Obesitas
Beberapa penyeledikan telah menunjukan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat tubuh normal. Penderita obesitas beresiko dua hingga enam kali lebih besar untuk terjangkit hipertensi dibandingkan dengan orang yang berat tubuh normal. Efek samping obesitas antara lain : Gangguan pernapasan, keluhan pada tulang, kelainan kulit, pembengkakan/edema (Iskandar, 2010)
2.    Konsumsi garam yang tinggi
Berdasarkan data statistik diketahui bahwa hipertensi jarang diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang rendah. garam (natrium) bersifat mengikat air pada ketika garam dikonsumsi, maka garam tersebut mengikat air sehingga air akan terserap masuk ke dalam intravaskuler yang mengakibatkan meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat, kerja jantung akan meningkat dan risikonya tekanan darah juga meningkat. Dunia kedokteran juga telah menunjukan bahwa pembatasan konsumsi garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
3.    Merokok
Merokok sanggup merangsang system adrenergik dan meningkatkan tekanan darah. Dan juga sanggup mengakibatkan terjadinya penyempitan dalam kanal paru-paru sanggup memicu kerja ginjal dan jantung menjadi lebih cepat, sehingga naiknya tensi darah tidak bisa dihindari (Rusdi, 2009). Zat nikotin yang terdapat dalam rokok sanggup menigkatkan pelepasan epineprin, yang sanggup menimbulkan terjadinya penyempitan dinding arteri lantaran kontraksi yang berpengaruh (Iskandar, 2010).
4.    Minum minuman beralkohol
Mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar sanggup mengganggu dan merusak fungsi beberapa organ salah satu diantaranya hati. Fungsi hati akan terganggu sehingga mempengaruhi kinerja atau fungsi jantung ini pada akhirnya mengakibatkan hipertensi. Alkohol juga sanggup merangsang dilepaskannya epinefrin atau adrenalin, yang menciptakan arteri menciut dan mengakibatkan penimbunan air dan natrium.  
5.    Stres
Hubungan antara stres dan hipertensi terjadi akhir aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada ketika beraktivitas). Aktivitas saraf simpatis yang bekerja secara aktif dan meningkat juga memicu terjadinya peningkatan tekanan darah secara tidak menentu.
6.    Kurang Olahraga
Kurang olahraga dan bergerak bisa mengakibatkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga bertujuan untuk memperlancar peredaran darah dan mempercepat penyebaran impuls urat saraf kebagian tubuh atau sebaliknya sehingga tubuh senantiasa bugar.
7.    Faktor Obat – obatan
Faktor terjadinya hipertensi lantaran dampak obat – obatan intinya lebih potensial dialami oleh kaum perempuan, terutama mereka yang mengkonsumsi obat – obat kontrasepsi oral. Konsumsi kontrasepsi oral (pil) sanggup beresiko terjadinya perubahan metabolism lemak (lipid) darah. Efek ini tergantung jenis dan takaran hormon dalam kontrasepsi oral bila esterogen maka berefek lebih baik lantaran menaikkan kolestrol HDL (Kolesterol baik) dan menurunkan kolesterol LDL (kolesterol buruk). Progestinnya mempunyai imbas berlawanan dengan esterogen sehingga tragedi tekanan darah tinggi (Santoso, 2010)
2.2.6   Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut Gunawan (2001), tekanan darah insan sanggup diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut :
1.    Tekanan darah rendah (hipotensi)
2.    Tekanan darah normal (normotensi)
3.    Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Sementara itu, seorang bapak ilmu penyakit dalam. NM Kaplan menawarkan batasan atau ukuran-ukuran tertentu dalam tetapkan orang dikatakan menderita hipertensi atau tidak. Batasan ini didasarkan terutama pada perbedaan usia dan jenis kelamin masing-masing orang. Kaplan menciptakan ketentuan semacam ini:
1.    Seorang laki-laki yang berusia < 45 tahun sanggup dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya pada waktu istirahat > 130/90 mmHg.
2.    Seorang laki-laki berusia > 45 tahun juga sanggup dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.
3.    Bagi seorang perempuan yang tekanan darahnya > 160/95 mmHg, maka dinyatakan hipertensi. (Santoso, 2010).
Menurut Nugroho (2008) hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :
1.    Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2.    Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Tabel 2.1 Menurut Sutanto (2010) pembagian terstruktur mengenai Tekanan darah insan ialah sebagai berikut:
Kategori
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Tensi optimal
< 120 mmhg
< 80 mmhg
Tensi normal
< 130 mmhg
< 85 mmhg
Tensi normal tinggi
130 – 139 mmhg
85 – 89 mmhg
Hipertensi ringan
140 – 159 mmhg
90 – 99 mmhg
 Hipertensi sedang
160 – 179 mmhg
100 – 109 mmhg
 Hipertensi berat
180 – 209 mmhg
110 – 119 mmhg
 Hipertensi maligna
>210 mmhg
>120 mmhg

2.2.7   Komplikasi Hipertensi
1.    Menyebabkan aterosklersis sehingga mempercepat terjadinya penyakit jantung iskemik.
2.    Gagal jantung
3.    System saraf mengakibatkan perdarahan intraserebral
4.    Ginjal mengakibatkan glomerulus atau nekrosis, proteinuria.
5.    Gangguan penglihatan
6.    Gangguan neurology
7.    Gagal jantung
8.    Gangguan fungsi ginjal
9.    Gangguan serebral
10.     Tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara

2.2.8   Penatalaksanaan Hipertensi dengan Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis merupakan pengobatan tanpa obat – obatan yang diterapkan pada hipertensi. Dengan cara ini, perubahan tekanan darah diupayakan melalui pencegahan dengan menjalani sikap hidup sehat (Junaedi, 2010) seperti:
1.    Menurunkan berat tubuh hingga batas ideal
2.    Mengubah pola makan dan makan masakan seimbang
3.    Mengurangi pemakaian garam
4.    Mengurangi / tidak minum –minuman beralkohol
5.    Olahraga yang tidak terlalu berat
6.    Berhenti merokok
2.2.9   Penatalaksanaan Hipertensi dengan Farmakologis
Jenis – jenis obat anti hipertensi berdasarkan Brunner, 2002 yaitu :
1.    Diuretic
Kerja utama :
a.    Penurunan volume darah, ajaran darah, ginjal dan curah jantung.
b.    Menghambat reabsorbsi natrium dan air dalam ginjal.
c.    Bekerja mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan  ditubuh
berkurang yang menimbulkan daya pompa jantung menjadi ringan
2.    Inhibitor Adrenergik
Kerja utama :
a.    Memperlambat denyut
b.    Menurunkan tekanan darah dengan menurunkan curah jantung
c.    Menghasilkan kecepatan jantung yang lebih lambat
d.   Menghasilkan tekanan darah yang lebih rendah dan menurunkan tekanan darah ketika bangun juga ketika telentang.
3.    Vasodilator
Kerja utama : Menurunkan tekanan perifer namun secara berlawanan meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan sistolik dan diastolik
4.    Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin
Kerja utama :
a.    Menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
b.    Menurunkan tahanan perifer total
5.    Antagonis Kalsium
Kerja utama :
a.    Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel
b.    Menurunkan afterload jantung
c.    Memperlambat kecepatan hantaran impuls jantung
d.   Menurunkan kerja jantung dan konsumsi energy, meningkatkan pengiriman oksigen ke jantung.

 

DAFTAR PUSTAKA


  1. Chandra, Budiman (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC
  2. Darmojo, Boedhi dan Martono (2004). Geriatri. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
  3. Gunawan (2001). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: penerbit kansius
  4. Indriyani, Widian (2009). Deteksi dini kolestrol, hipertensi, dan stroke. Jakarta : milistone
  5. Junaidi, Iskandar (2010). Hipertensi ( Pengenalan, pencegahan, dan pengobatan). Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
  6. Lapau, Buchari (2009). Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
  7. Machfoedz, Ircham (2005). Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan. Jakarta : Tramaya
  8. Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
  9. Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta
  10. Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
  11. Nugroho, wahyudi (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatri. Jakarta : EGC
  12. Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba medika
  13. Rusdi (2009). Awas! Bisa mati cepat akhir Hipertensi dan Diabetes. Jogjakarta : Power Books (IHDINA)
  14. Santoso, Djoko (2010) . Membonsai Hipertensi. Surabaya : Jaring pena
  15. Setiadi (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Edisi pertama. Yogyakarta : Graha ilmu
  16. Stanly, Micke (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
  17. Sudarth dan Brunner (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
  18. Sudoyo, Aru (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam jilid 1. Edisi V. 2010. Jakarta : Internal publishing
  19. Sunaryo (2004). Psikologi Keperwatan. Jakarta : EGC

Sumber https://dr-suparyanto.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Penyakit Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)"

Posting Komentar