Penyakit Campak Dan Masalahnya

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Dr. Suparyanto, M.Kes

PENYAKIT CAMPAK DAN MASALAHNYA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi problem kesehatan di Indonesia,  Karena sering dilaporkan di beberapa daerah. Menurut data SKRT (1996) kejadian campak pada balita sebesar  28/10.000. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 1982 sebelum aktivitas imunisasi campak dimulai, yaitu sebesar 8000/10.000 pada anak umur 1-15 tahun. Imunisasi merupakan salah satu upaya terbaik untuk menurunkan kejadian campak. Sebagai dampak aktivitas imunisasi tersebut kejadian campak cenderung turun pada semua golongan umur. Pada bayi (< 1 tahun) dan anak umur 1-4 tahun terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relatif landai. Saat ini aktivitas pemberantasan penyakit campak dalam tahap reduksi yaitu penurunan jumlah kasus dan janjkematian tanggapan campak, menyusul tahap eliminasi dan akibatnya tahap eradikasi. Diharapkan 10-15 tahun sesudah tahap eliminasi, penyakit campak sanggup dieradikasi, lantaran satu-satunya pejamunya ialah manusia. Respon imun memegang peranan penting dalam upaya mengatasi nanah virus campak, baik respon yang timbul oleh nanah campak alam maupun respon sesudah imunisasi. Makalah ini akan membahas lebih jauh penyakit campak, karakteristik virus campak, respon imun dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta hasil penelitian yang berhubungan.
1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Mengidentifikasi aktivitas pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia
1.2.2         Tujuan Khusus
1.      Mengetahui cara mencegah dan memberantas campak di Indonesia
2.      Mengetahui penyebab terjadinya campak
3.      Mengetahui angka kejadian campak di Indonesia tahun 1992 – 1998
4.      Memberikan solusi untuk mengatasi problem campak di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Campak
Campak ialah penyakit yang sangat menular yang sanggup disebabkan oleh sebuah virus yang berjulukan Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak pribadi dengan penderita.Gejala-gejalanya ialah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari sesudah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah indera pendengaran yang kemudian menjalar ke muka, badan dan anggota badan lainnya. Komplikasi dari penyakit Campak ini ialah radang Paru-paru, nanah pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang sanggup mengakibatkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan ialah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan masakan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya ialah dengan melaksanakan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menjadikan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi problem kesehatan PENYAKIT CAMPAK DAN MASALAHNYA
2.2 Penyebab Campak
Campak disebabkan oleh paramiksovirus. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, verbal maupun tenggorokan penderita campak. Masa inkubasi ialah 10-14 hari sebelum tanda-tanda muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh sesudah vaksinasi, nanah aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak ialah bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapat imunisasi dan remaja dan sampaumur muda yang belum mendapat imunisasi kedua.
2.3 Campak Di Indonesia
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada ketika ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB ( Kejadian Luar Biasa ). Hasil investigasi sample darah dan urine penderita campak pada ketika KLB memperlihatkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam dan merata disetiap desa masih merupakan seni administrasi ampuh ketika ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan akad global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara ibarat Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, lantaran satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada insan dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan sanggup dicapai 10 – 15 tahun sesudah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan aktivitas imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut menawarkan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa tempat masih terjadi KLB campak, terutama di tempat dengan cakupan imunisasi rendah atau tempat kantong.

2.4 Tahapan Pemberantasan Campak
Pemberantasan campak mencakup beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
A. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap:
·                Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
·                Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi sanggup dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
B. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah sanggup diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
2.5  Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka janjkematian campak sebesar 95% dari angka sebelum aktivitas imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan kejadian menjadi 50/10.000 balita, dan janjkematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

2.6 Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak yaitu :
·                Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
·                Surveilans Campak
·                Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
·                Pemeriksaan Laboratorium
2.7    Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan kalau menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk memilih seni administrasi pemberantasannya di setiap daerah.
2.7.1                                Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung berdasarkan dengan kelengkapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi sanggup menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan lantaran cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini sanggup disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaan: rantai hambar vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara derma imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) ialah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan memiliki kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, memiliki bantuan yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang bekerjsama terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan aneka macam kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak secara umum dikuasai pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga memperlihatkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih renta (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil investigasi sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, memperlihatkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada ketika KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada ketika KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
2.8 Pencegahan Campak
Morbili ( campak ) sanggup di cegah dengan derma imunisasi. Imunisasi yang diberikan berupa pasif dan aktif.
A.                Imunisasi aktif :
Vaksin yang di berikan ialah “ Live attenuated measles vaccine”. Mula – mula diberikan Strain Edmonson B, tetapi ‘ strain ‘ ini sanggup menjadikan panas tinggi dan eksanthem pada hari ke 7 dan ke 10 post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini sering diberikan bersama – sama dengan Gamma globulin di lengan lain.
Sekarang di gunakan strain Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan bersama dengan Gamma dan Globulin. Vaksin ini diberikan secara subkutan dan sanggup menjadikan kekebalan yang berlangsung lama. Di Indonesia di gunakan vaksin Perum Biofarma yang terdiri dari virus morbili hidup yang sudah dilemahkan yaitu Strain Schwarz. Tiap takaran yang dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.000 TCID50dan neomisisn B Sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram.
Vaksin ini diberikan scara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Pada anak di anak-anak 9 bulan umumnya tidak sanggup menawarkan kekebalan yang baik, lantaran gangguan dari antibodi yang dibawa sjak lahir.
Pemberian imunisasi ini akan mengakibatkan anergi terhadap tuberculin selama 2 bulan sesudah vaksinasi. Bila anak telah mendapat immunoglobulin atau transfuse darah sebelumnya, maka vaksinasi ini harus ditangguhkan sekurang – kurangnya 3 bulan.
v  Vaksinasi ini dihentikan dilakukan kalau :
-            Menderita nanah jalan masuk pernapasan akut atau nanah akut lainnya yang disertai dengan demam lebih dari 380C.
-            Riwayat kejang demam
-            Defisiensi imunologik
-            Sedang mendapat pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif
B.                 Imunisasi Pasif :
Tidak banyak dianjurkan, lantaran resiko terjadinya ensefalitis dan aktivasi tuberkulose.
2.9 Solusi
·         Dilakukan Imunisasi Campak Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen secara merata di seluruh Puskesma dan Rumah Sakit di Indonesia baik di pelosok – pelosok tempat maupun di perkotaan.
·         Hindari kontak dengan penderita campak lantaran penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, verbal maupun tenggorokan dari penderita campak.
·         Pemberian imunisasi aktif ( vaksin campak ) diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, takaran pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, takaran kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
·         Melakukan imunisasi di setiap puskesmas di Indonesia secara bermutu yaitu sesuai dengan standar dan protap.
·         Mengelola secara benar, vaksin yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas serta cara derma imunisasinya.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masih banyak puskesmas – puskesmas di Indonesia yang tidak bisa menawarkan pelayanan Imunisasi secara bermutu yaitu sesuai dengan standar dan protap serta kurangnya derma dana untuk imunisasi campak di Indonesia dari pemerintah terhadap puskesmas – puskesmas di Indonesia. Sehingga pada ketika itu KLB campak pada bayi meningkat juga disebabkan dengan kurang baiknya pengelolaan: rantai hambar vaksin yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara derma imunisasi yang kurang baik.
3.2  Saran
Puskesmas di Indonesia harus bisa menawarkan pelayanan imunisasi campak yang bermutu yang sesuai dengan standar dan protap. Bantuan dana pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan imunisasi di setiap puskesmas di seluruh Indonesia, serta petugas harus bisa mengelola secara benar, vaksin yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas serta cara derma imunisasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Rampengan, T.H dan I.R Laurentz.1993.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.EGC:Jakarta
 

Sumber https://dr-suparyanto.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Penyakit Campak Dan Masalahnya"

Posting Komentar